Friday 19 November 2010

Effisiensi proses kaitannya dengan creating value yang mampu berpengaruh terhadap Capital Management baik tangible dan intangible.


Gambar Creating Value Process



Aset adalah setiap hal yang bernilai ekonomi yang dimiliki oleh perusahaan terdiri dari empat bentuk yaitu; (1) current assets yaitu aset yang dapat dikonsumsi atau dijual dalam waktu 1 tahun ; (2) fixed assets yaitu aset yang berupa pabrik, peralatan dan property yang dapat digunakan lebih dari 1 tahun; (3) investment yaitu saham yang ada di pasar modal dan bond; (4) intangible assets atau aset nirwujud yang bersifat non-fisik tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. (Daum, 2003).
Kamus Internasional Merriam Webster’s mendefinisikan intangible sebagai berikut: “incapable of being defined or determined with certainty or precision.” .Sedangkan menurut Daum (2003) aset nirwujud dapat dideskripsikan sebagai sumberdaya nirwujud perusahaan, yang disebut pula sebagai ”intellectual capital”.
Lev (2001) mendefinisikan aset nirwujud adalah: “Assets are claims to future benefits, such as the rents generated by commercial property, interest payments derived from a bond, and cash flow from production facility”. Panel Experts dari Study on The Measurement of Intangible Assets and Associated Reporting Practices yang dibentuk oleh Komisi Masyarakat Eropa mendefinisikan aset nirwujud :” non-physical sources of expected future benefits (Zambon 2003).
Menurut Lev (2001) penggunaan terminologi intangibles, knowledge assets dan intellectual capital saling menggantikan (interchangeable). Ketiganya digunakan secara luas: intangible dalam literatur akuntansi, knowledge assets digunakan oleh ekonom dan intellectual capital digunakan dalam manajemen dan literatur hukum. Ketiganya merujuk pada esensi yang sama: a non-physical claim to future benefits . Jika dibandingkan klasifikasi intellectual capital, para pakar berbeda dalam mendefinisikan strucktural capital tetapi mereka semua sepakat bahwa knowledge sebagai human capital merupakan komponen vital
Menurut Stewart (1997), intellectual capital (intangible assets/asset nirwujud) terdiri dari 3 (tiga) bentuk terpisah (separate forms) sebagai aset organisasi, yaitu:
1) Human capital (HC) – ketrampilan (skill), tacit knowledge, bakat (talents) dan kapabilitas individual yang ada dalam organisasi
2) Structural capital (STC) – suatu prosedur, norma, sistem, rutin dan aturan yang ada di dalam organisasi yang memungkinkan human capital dapat digunakan secara efektif untuk menciptakan nilai termasuk sistem informasi dan kompetensi manajemen yang mempunyai daya ungkit terhadap human capital.
3) Customer capital (CC) – adalah nilai hubungan perusahaan dengan customer – kepada siapa perusahaan tersebut menjual produknya.
Sumber daya nirwujud (intangible resources) sulit untuk dikodifikasi (Kogut dan Zander, 1992; Conner dan Prahalad, 1996) serta sulit diperdagangkan (Barney, 1986). Oleh karena itu sumber daya nirwujud sulit untuk diperoleh dengan cara akuisisi atau replikasi karena terakumulasi di dalam perusahaan (Itami, 1987; Winter, 1987). Dengan alasan yang sama, sumber daya nirwujud juga sukar dipahami dan ditiru oleh pesaing (Rumelt, 1984; Dierickx dan Cool, 1989, Nelson, 1991). Dengan demikian sumber daya nirwujud adalah aset stratejik yang dapat menciptakan SCA (Sustainable Competitive Advantage) karena memenuhi kriteria VRIN (Valuable, Rare, Imperfectly imitable, Non-substituable) (Barney, 1991).
Modal manusia dipandang sebagai modal yang tidak nyata (intangible asset) dalam suatu organisasi, sehingga perspektif HCM tidak hanya merupakan Menambahkan Nilai (adding value) tetapi bagaimana Menciptakan Nilai (creating value) pada seluruh pekerja (orang-orang) dalam suatu organisasi.  Sebagai sebuah konsep, modal intelektual merujuk pada modal-modal non fisik atau yang tidak berwujud (intangible assets) atau tidak kasat mata (invisible). Ia terkait dengan pengetahuan dan pengalaman manusia serta teknologi yang digunakan. Modal intelektual memiliki potensi memajukan organisasi dan masyarakat (Lonnqvist dan Mettanen).
Penekanan tentang pentingnya HC dalam organisasi merefleksikan pandangan bahwa market value kurang tergantung pada aset wujud (tangible assets) tetapi lebih tergantung kepada aset nirwujud (intagible) khususnya sumber daya manusia. Selain merekrut dan mempertahankan karyawan yang baik, organisasi harus meningkatkan skill dan kapabilitas karyawan dengan mendukung pembelajaran individual maupun organisasional dan menciptakan lingkungan yang mendukung (supportive environment) dimana knowledge dapat diciptakan, dibagikan/ditularkan (shared) dan diaplikasikan (Stiles dan Kulvisaechana, 2006) [1].


[1] Stiles, P., dan Kulvisaechana. Human Capital and performance; A literture review. University of Cambridge (tidak bertanggal, download internet 2006)

No comments:

Post a Comment