Thursday 14 February 2013

Pendekatan Sense-Making Untuk Pengelolaan Perubahan Organisasi



Model sense-making Karl Weick memberikan pendekatan alternatif bagi para interpreter  mengenai pengelolaan perubahan organisasi. Weick berangkat dari gagasan untuk menentang tiga asumsi umum perubahan:
1.   Asumsi mengenai inersia.
    Asumsi ini berpendapat bahwa perubahan yang terencana diperlukan untuk memecah kekuasaan yang berkontribusi terhadap kurangnya perubahan dalam sebuah organisasi sehingga ada kelambatan antara perubahan lingkungan dengan adaptasi organisasi.
Weick berpendapat bahwa peranan sentral yang diberikan untuk inersia tidak pada tempatnya sebagai akibat dari fokus terhadap struktur dan bukannya fokus pada upaya menstrukturisasi alur dan proses kerja organisasi. Perspektif yang ada saat ini melihat bahwa organisasi sebagai suatu keadaan di mana pencapaian dan pencapaian-kembali diperoleh sejalan dengan rutinitas organisasi yang secara konstan melakukan penyesuaian untuk bisa selaras dengan lingkungan yang senantiasa berubah.
2.   Asumsi bahwa program perubahan yang terstandarisasi diperlukan.
Weick mengatakan bahwa asumsi ini memiliki nilai yang terbatas karena gagal untuk mengaktivasi apa yang disebut sebagai empat pendorong untuk perubahan organisasi:
  1. Animation (animasi, kegembiraan) – di mana orang tetap bergerak dan bereksperimen, seperti dengan deskripsi pekerjaan.
  2. Direction (arah) – termasuk dapat mengimplementasikan strategi-strategi yang dituju.
  3. Paying attention and updating (memberi perhatian dan memperbaharui) – seperti memperbaharui pengetahuan mengenai lingkungan dan mengkaji ulang serta menulis kembali persyaratan-persyaratan organisasional.
  4. Respectful, candid interaction (interaksi yang jujur dan saling menghargai) – terjadi manakali orang digalakkan untuk berani bicara dan terlibat dalam dialog, khususnya bila ada hal-hal yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Empat pendorong di atas timbul dari perspektif sense-making yang berasumsi “bahwa perubahan melibatkan upaya-upaya untuk memahami berbagai peristiwa yang tidak berjalan bersesuaian.”
3.  Asumsi mengenai unfreezing (tidak membeku), seringkali diasosiasikan dengan rumus perubahan dari Kurt Lewin unfreezing-changing-refreezing. Menurut Weick, pola yang seharusnya adalah:

  • Freeze – menunjukkan  apa yang terjadi pada saat terjadi.
  • Rebalance – menyingkirkan penghambat dalam proses adaptif.
  • Unfreeze – memungkinkan terjadinya perubahan selanjutnya dan perubahan yang bersifat improvasional.

Dari sudut pandang sense-making, para manajer perubahan berhak untuk memberikan interpretasi dan label terhadap pilihan-pilihan adaptif yang ada. Dalam kerangka kerja sensemaking, manajemen melihat kecenderungan di masa depan dan menyebarkan ke bagian lain. Manajemen tidak menciptakan perubahan; manajemen menandai perubahan.

Positive Organizational Scholarship



Positive Organizational Scholarship muncul pada awal 2000-an sebagai suatu “gerakan baru dalam ilmu organisasi” untuk melengkapi berbagai pendekatan yang sudah ada seperti inkuiri apresiatif (appreciative inquiry), termasuk psikologi positif dan psikologi komunitas. Jika di masa lalu, perhatian lebih banyak diberikan untuk mengidentifikasi beragam “deviansi negatif” (atau masalah) di dalam organisasi dan merancang program-program perubahan untuk menghilangkan masalah tersebut, maka Positive Organizational Scholarship menelusuri beragam “deviansi positif” – yakni dinamika yang memicu kinerja yang luar biasa dari  individu dan organisasi seperti pengembangan kemampuan sumber daya manusia, penumbuhan vitalitas, adanya resiliansi dan restorasi. Positive Organizational Scholarship dapat digambarkan sebagai bentuk pelatihan terhadap organisasi untuk mengidentifikasi “permainan-permainan terbaik” mereka, untuk memahami perilaku dan dinamika yang mendasari permainan tersebut, dan kemudian berusaha menyebarkannya ke bagian lain dari organisasi.
Karena Positive Organizational Scholarship merupakan hal yang relatif baru, masih banyak terjadi perdebatan di kalangan para ahli. Menurut Fineman, ada empat isu yang mempertanyakan apakah Positive Organizational Scholarship benar-benar dapat membangkitkan tujuan “positif”nya:

  1. Kesepakatan mengenai perilaku yang dikategorikan “positif” – hal-hal yang dikatakan positif akan bervariasi dalam lingkungan yang berbeda-beda.
  2. Apakah hal-hal yang positif dapat dipisahkan dari yang negatif, atau apakah keduanya seperti dua sisi mata uang yang bisa saling menjatuhkan dan bisa saling memperkuat.
  3. Hal-hal yang dipandang sebagai perilaku dan emosi positif, tidak semata berbeda dalam lingkungan organisasi yang berbeda, tetapi juga dalam lingkungan budaya yang berbeda.
  4. Adanya sisi gelap yang tidak terungkap dari positiveness. Ini terjadi di mana kurangnya pengenalan bahwa terdapat perbedaan kepentingan dalam organisasi dan bahwa tidak semua orang memberikan respon yang baik terhadap program-program yang bersifat positif seperti pemberdayaan dan praktik emosional di tempat kerja. Program-program tersebut, beberapa di antaranya, bisa memberi hasil yang jauh dari aktualisasi-diri dan liberasi seperti diharapkan.

Walaupun demikian, para pendukung Positive Organizational Scholarship menyatakan bahwa gerakan ini telah memberi kontribusi berupa “pandangan-pandangan baru” untuk mendesain organisasi, membantu dalam membangun komunitas, memahami permasalahan organisasi, dan berpikir kembali mengenai jejaring sosial dan etika. Mereka juga berpendapat bahwa perspektif yang dianut Positive Organizational Scholarship bisa melengkapi dan mengekspansi perspektif lama yang bergulat dengan pertanyaan seputar apa yang salah dalam organisasi, bukannya menggantikan perspektif lama tersebut. Positive Organizational Scholarship diposisikan sebagai suatu bentuk pemahaman mengenai integrasi antara kondisi-kondisi positif dan negatif, tidak semata berpusat pada ketiadaan hal-hal negatif dalam organisasi.
Tugas Positive Organizational Scholarship adalah untuk “menemukan area di mana hal-hal positif dan baik secara kultural terpengaruhi.” Lantas, apa pengaruhnya terhadap manajer perubahan? Di satu sisi, pendukung Positive Organizational Scholarship berharap agar organisasi dapat berubah dengan hasrat untuk meningkatkan kualitas kehidupan bagi individu-individu yang bekerja di dalam dan dipengaruhi oleh organisasi. Di sisi lain, yang mengkritik gerakan ini memberikan peringatan bagi para agen perubahan jika mereka berasumsi akan berhasil dalam ranah “positif” ini; ada hal-hal yang harus dikenali seperti hubungan kekuasaan yang ada dan berbagai kepentingan yang ada di dalam organisasi yang berada di luar batas tindakan yang bisa diambil oleh para manajer perubahan. Selain itu, hal yang disebut positif bisa berbeda dalam konteks yang berbeda dan tidak bisa diberlakukan secara menyeluruh.