1. Kecerdasan Intelektual (IQ).
Sudah bertahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan promosi personel militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standar mengukur kecerdasan seseorang. Tetapi namanya juga temuan manusia, istilah tehnis yang berasal dari hasil kerja Alfred Binet ini (1857 – 1911) lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan mereka mencatat sedikitnya ada dua kelemahan (bukan kesalahan) yang menuntut untuk diperbaruhi, yaitu:
a. Pemahaman absolut terhadap skor IQ
Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari proses belajar.
b. Cakupan kecerdasan manusia : kecerdasan nalar, matematika dan logika
Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam. Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring tinju.
2. Kecerdasan Emosional (EQ).
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat
3. Kecerdasan Spiritual (SQ).
Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) dikatakan bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’ ( Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001).
Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber – SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Friday, 17 December 2010
Kecerdasan Intelektual (IQ), Emosional (EQ) & Spiritual (SQ)
Daya Saing Kecerdasan
Kita harus membangun daya saing yang mampu menghadapi tantangan masa kini. Daya saing kecerdasan, di mana kecerdasan spiritual (SQ) sebagai edge of intelequence sebagai komandan dibantu kecerdasan emotional (EQ), bukan lagi kecerdasan intelektual (IQ) jadi komandan. Karenanya setiap organisasi dituntut untuk memiliki SDM yang didukung oleh SQ – based serta EQ dan IQ yang kuat dan sesuai dengan tuntutan persaingan yang dihadapi. (Brainware Management System).
IQ, EQ, dan SQ bisa digunakan dalam mengambil keputusan tentang hidup kita. Seperti yang kita alami setiap hari, keputusan yang kita buat, berasal dari proses :
1. merumuskan keputusan,
2. menjalankan keputusan atau eksekusi,
3. menyikapi hasil pelaksanaan keputusan.
Rumusan keputusan itu seyogyanya didasarkan pada fakta yang kita temukan di lapangan realita (apa yang terjadi)-bukan berdasarkan pada kebiasaan atau preferensi pribadi suka-tidak suka. Kita bisa menggunakan IQ yang menonjolkan kemampuan logika berpikir untuk menemukan fakta obyektif, akurat, dan untuk memprediksi resiko, melihat konsekuensi dari setiap pilihan keputusan yang ada.
Rencana keputusan yang hendak kita ambil – hasil dari penyaringan logika, juga tidak bisa begitu saja diterapkan, semata-mata demi kepentingan dan keuntungan diri kita sendiri. Bagaimana pun, kita hidup bersama dan dalam proses interaksi yang konstan dengan orang lain. Oleh sebab itu, salah satu kemampuan EQ, yaitu kemampuan memahami (empati) kebutuhan dan perasaan orang lain menjadi faktor penting dalam menimbang dan memutuskan. Banyak fakta dan dinamika dalam hidup ini, yang harus dipertimbangkan, sehingga kita tidak bisa menggunakan rumusan logika – matematis untung rugi.
Kita pun sering menjumpai kenyataan, bahwa faktor human touch, turut mempengaruhi penerimaan atau penolakan seseorang terhadap kita (perlakuan kita, ide-ide atau bahkan bantuan yang kita tawarkan pada mereka). Salah satu contoh kongkrit, di Indonesia, budaya “kekeluargaan” sangat kental mendominasi dan mempengaruhi perjanjian bisnis, atau bahkan penyelesaian konflik.
Thorndike adalah salah satu ahli yang membagi kecerdasan manusia menjadi tiga, yaitu kecerdasan Abstrak yaitu kemampuan memahami simbol matematis atau bahasa, Kecerdasan Kongkrit yaitu kemampuan memahami objek nyata dan Kecerdasan Sosial yaitu kemampuan untuk memahami dan mengelola hubungan manusia yang dikatakan menjadi akar istilah Kecerdasan Emosional ( Stephen Jay Could, On Intelligence, Monash University: 1994)
IQ, EQ, dan SQ bisa digunakan dalam mengambil keputusan tentang hidup kita. Seperti yang kita alami setiap hari, keputusan yang kita buat, berasal dari proses :
1. merumuskan keputusan,
2. menjalankan keputusan atau eksekusi,
3. menyikapi hasil pelaksanaan keputusan.
Rumusan keputusan itu seyogyanya didasarkan pada fakta yang kita temukan di lapangan realita (apa yang terjadi)-bukan berdasarkan pada kebiasaan atau preferensi pribadi suka-tidak suka. Kita bisa menggunakan IQ yang menonjolkan kemampuan logika berpikir untuk menemukan fakta obyektif, akurat, dan untuk memprediksi resiko, melihat konsekuensi dari setiap pilihan keputusan yang ada.
Rencana keputusan yang hendak kita ambil – hasil dari penyaringan logika, juga tidak bisa begitu saja diterapkan, semata-mata demi kepentingan dan keuntungan diri kita sendiri. Bagaimana pun, kita hidup bersama dan dalam proses interaksi yang konstan dengan orang lain. Oleh sebab itu, salah satu kemampuan EQ, yaitu kemampuan memahami (empati) kebutuhan dan perasaan orang lain menjadi faktor penting dalam menimbang dan memutuskan. Banyak fakta dan dinamika dalam hidup ini, yang harus dipertimbangkan, sehingga kita tidak bisa menggunakan rumusan logika – matematis untung rugi.
Kita pun sering menjumpai kenyataan, bahwa faktor human touch, turut mempengaruhi penerimaan atau penolakan seseorang terhadap kita (perlakuan kita, ide-ide atau bahkan bantuan yang kita tawarkan pada mereka). Salah satu contoh kongkrit, di Indonesia, budaya “kekeluargaan” sangat kental mendominasi dan mempengaruhi perjanjian bisnis, atau bahkan penyelesaian konflik.
Thorndike adalah salah satu ahli yang membagi kecerdasan manusia menjadi tiga, yaitu kecerdasan Abstrak yaitu kemampuan memahami simbol matematis atau bahasa, Kecerdasan Kongkrit yaitu kemampuan memahami objek nyata dan Kecerdasan Sosial yaitu kemampuan untuk memahami dan mengelola hubungan manusia yang dikatakan menjadi akar istilah Kecerdasan Emosional ( Stephen Jay Could, On Intelligence, Monash University: 1994)
Pembelajaran Berbasis Pada Otak
Tantangan saat ini persaingan kualitas otak, yang menjadi pertandingan adalah bagaimana menggelola otak kita untuk memenangkan persaingan dan memahami “How the brain learns best”.
Bertahun-tahun bahkan berabad-abad sejumlah ilmuan melakukan penelitian yang berkaitan dengan kinerja otak manusia. Hasilnya adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang lebih baik sekaligus lebih alami, yang dikenal sebagai pembelajaran brain-compatible atau brain-base, yang merupakan sistem pembelajaran yang berbasis pada kemampuan otak.
Jika kita amati dari kaca mata sejarah, tentang munculnya sistem pembelajaran berbasis kemampuan otak yaitu sekitar tahun 1990-an, dan cabang ilmu ini telah berkembang pesat menjadi lusinan subdisiplin.
Buku yang berjudul “Brain-Based Lerning: Cara Baru dalam Pembelajaran dan Pelatihan”, yang ditulis oleh Eric Jensen (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cetakan : I, Desember 2008), menuntut kita untuk mengiinisiasi perubahan fundamental terhadap pemikiran. Karena banyak hal yang membuat kita harus selalu berhadapan dengan beberapa permasalahan pembelajaran seperti sekarang ini.
Pembelajaran berbasis pada otak adalah cara berpikir baru tentang proses pembelajaran. Ini bukan sebuah program, dogma atau resep bagi para guru, namun ini hanyalah merupakan serangkaian prinsip, serta dasar pengetahuan dan keterampilan yang dengannya kita dapat membuat keputusan-keputusan yang lebih baik yang memang di butuhkan saat sekarang ini.
Ketika kita belajar untuk mengajar dengan memakai cara otak yang masih alami, akan sangat membantu jika kita memiliki pemahaman tentang anatomi otak. Karena saat proses pembelajaran kita akan selalu melibatkan seluruh bagian tubuh, otak bertindak sebagai pos perjalanan untuk stimulasi yang akan datang. Semua input sensori disortir, diprioritaskan, diproses, disimpan atau dibuang ke dalam ruang bawah sadar sehingga diproses oleh otak.
Memang sistem pembelajaran berbasis pada kemampuan otak, sebenarnya sejalan dengan beberarapa aliran pendidikan modern, yang termasuk dalam aliran progresivisme. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kecerdasan praktis, serta untuk membuat seseorang lebih efektif dalam memecahkan berbagai problem yang disajikan dalam konteks pengalaman (experience) pada umumnya (William F. O’neill, 1981).
Tujuan pendidikan yang berbasis pada kemampuan otak adalah melatih kita agar kelak otak kita dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja berdasarkan pada otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan seharusnya dapat mengembangkan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak didiknya.
Pendidikan yang berbasis pada otak adalah system yang mengakomodasi pengalaman-pengalaman (atau kegiatan) belajar yang diminati oleh setiap siswa (experience curriculum). Sedangkan metode pendidikannya lebih berupa penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya masing-masing (Mudyaharjo, 2001). Sehingga berbicara mengenai masa depan berarti kita menganti model mental dan pola pikir lama, dimana tantangan ada pada otak kita sendiri.
Memasuki abad 21 ada awal abad otak dan milinium pikiran yang mana otak dibagi dalam beberapa bagian yaitu: Panietal labe, Trontal labe, Temporal labe, Stain labe, Corebellum, dan Occiptal labe.
Why think matters:
a. How you think (Bagaimana kita berpikir).
b. How you act (Terlihat dari tindakan kita).
c. Is who you are (Menunjukan siapa kita).
Di sini diperlukan perbuatan dan perkataan sama dan berpikir dan tindakan harus sama.
Bertahun-tahun bahkan berabad-abad sejumlah ilmuan melakukan penelitian yang berkaitan dengan kinerja otak manusia. Hasilnya adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang lebih baik sekaligus lebih alami, yang dikenal sebagai pembelajaran brain-compatible atau brain-base, yang merupakan sistem pembelajaran yang berbasis pada kemampuan otak.
Jika kita amati dari kaca mata sejarah, tentang munculnya sistem pembelajaran berbasis kemampuan otak yaitu sekitar tahun 1990-an, dan cabang ilmu ini telah berkembang pesat menjadi lusinan subdisiplin.
Buku yang berjudul “Brain-Based Lerning: Cara Baru dalam Pembelajaran dan Pelatihan”, yang ditulis oleh Eric Jensen (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cetakan : I, Desember 2008), menuntut kita untuk mengiinisiasi perubahan fundamental terhadap pemikiran. Karena banyak hal yang membuat kita harus selalu berhadapan dengan beberapa permasalahan pembelajaran seperti sekarang ini.
Pembelajaran berbasis pada otak adalah cara berpikir baru tentang proses pembelajaran. Ini bukan sebuah program, dogma atau resep bagi para guru, namun ini hanyalah merupakan serangkaian prinsip, serta dasar pengetahuan dan keterampilan yang dengannya kita dapat membuat keputusan-keputusan yang lebih baik yang memang di butuhkan saat sekarang ini.
Ketika kita belajar untuk mengajar dengan memakai cara otak yang masih alami, akan sangat membantu jika kita memiliki pemahaman tentang anatomi otak. Karena saat proses pembelajaran kita akan selalu melibatkan seluruh bagian tubuh, otak bertindak sebagai pos perjalanan untuk stimulasi yang akan datang. Semua input sensori disortir, diprioritaskan, diproses, disimpan atau dibuang ke dalam ruang bawah sadar sehingga diproses oleh otak.
Memang sistem pembelajaran berbasis pada kemampuan otak, sebenarnya sejalan dengan beberarapa aliran pendidikan modern, yang termasuk dalam aliran progresivisme. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kecerdasan praktis, serta untuk membuat seseorang lebih efektif dalam memecahkan berbagai problem yang disajikan dalam konteks pengalaman (experience) pada umumnya (William F. O’neill, 1981).
Tujuan pendidikan yang berbasis pada kemampuan otak adalah melatih kita agar kelak otak kita dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja berdasarkan pada otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan seharusnya dapat mengembangkan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak didiknya.
Pendidikan yang berbasis pada otak adalah system yang mengakomodasi pengalaman-pengalaman (atau kegiatan) belajar yang diminati oleh setiap siswa (experience curriculum). Sedangkan metode pendidikannya lebih berupa penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya masing-masing (Mudyaharjo, 2001). Sehingga berbicara mengenai masa depan berarti kita menganti model mental dan pola pikir lama, dimana tantangan ada pada otak kita sendiri.
Memasuki abad 21 ada awal abad otak dan milinium pikiran yang mana otak dibagi dalam beberapa bagian yaitu: Panietal labe, Trontal labe, Temporal labe, Stain labe, Corebellum, dan Occiptal labe.
Why think matters:
a. How you think (Bagaimana kita berpikir).
b. How you act (Terlihat dari tindakan kita).
c. Is who you are (Menunjukan siapa kita).
Di sini diperlukan perbuatan dan perkataan sama dan berpikir dan tindakan harus sama.
3 Tipe Kepribadian Manusia
Kepribadian yang bagaimana dapat merubah diri kita pada kondisi dan keadaan tertentu, menurut ilmu psykologi ada 3 tipe kepribadian manusia yaitu introvert, ekstrovert dan ambivert.
Berdasarkan teori Jung dari jurnalnya “Psychological Types”, terdapat perbedaan yang mendasar dalam tipe kepribadian. Berikut merupakan beberapa tipe kepribadian dari teori Jung tersebut.
Seseorang dapat menjadi ekstrovert atau introvert, tergantung dengan arah aktivitas mereka. Extrovert adalah orang yang berpikir mengenai hal-hal secara objektif dan luas, sedangkan Introvert lebih berpikir ke arah subjektif atau dirinya sendiri. Perbedaan kedua kepribadian tersebut seperti di bawah ini :
A. Ekstrovert.
•Tertarik dengan apa yang terjadi di sekitar mereka
•Terbuka dan seringkali banyak bicara
•Membandingkan pendapat mereka dengan pendapat orang lain
•Seperti aksi dan inisiatif
•Mudah mendapat teman atau beradaptasi dalam grup baru
•Mengatakan apa yang mereka pikirkan
•Tertarik dengan orang-orang baru
•Mudah menolak bersahabat dengan orang-orang yang tidak diinginkannya
B. Introvert.
•Tertarik dengan pikiran dan perasaannya sendiri
•Memerlukan teritori mereka sendiri
•Tampil dengan muka pendiam dan tampak penuh pemikiran
•Biasanya tidak mempunyai banyak teman
•Sulit membuat hubungan baru
•Menyukai konsentrasi dan kesunyian
•Tidak suka denga kunjungan yang tidak diharapkan dan tidak suka mengunjungi orang lain
•Bekerja dengan baik sendirian
C.Ambivert.
Selain dua karakter yang disebutkan di atas, juga ada karakter lain dalam pembedaan psikologi. Ambivert, adalah tipe karakter yang memiliki keseimbangan psikologi antara introvert dan extrovert. tipe ambivert seperti karakter extrovert, suka bersosialisasi dan berkumpul dengan banyak orang dan membicarakan banyak hal. di sisi lain mereka juga suka menyendiri dan menjauh dari lingkungan, seperti tipe introvert. Biasanya tipe ini yang menjadi penghubung antara tipe extrovert dan introvert. dalam hal profesi, karakter ambivert lebih cocok sebagai seorang psikolog.
Karakter introvert bukan berarti karakter dengan pemikiran tertutup, memang itu disebabkan karena tipe introvert terlihat kurang expresif di dunia luar. sebagian dari para inrovert menyukai pembicaraan yang bersifat diskusi atau bahasan-bahasan yang dapat memicu pengembangan dalam pikirannya. dalam situasi seperti ini bisa saja seorang introvert bersikap lebih aktif dan expresif dibanding extrovert.
Di dunia luar mungkin para extrovert akan lebih bisa menguasai panggung dibanding para introvert, dengan karakternya yang mudah bersosialisasi mereka dapat menjadi seorang pemimpin yang baik, pengajar yang menyenangkan, dan kegiatan komunikatif lainnnya. Sedangkan karakter introvert lebih cocok dengan kegiatan yang bersifat individual seperti melukis, menulis buku, bermusik, program komputer, dan semacamnya.
Berdasarkan teori Jung dari jurnalnya “Psychological Types”, terdapat perbedaan yang mendasar dalam tipe kepribadian. Berikut merupakan beberapa tipe kepribadian dari teori Jung tersebut.
Seseorang dapat menjadi ekstrovert atau introvert, tergantung dengan arah aktivitas mereka. Extrovert adalah orang yang berpikir mengenai hal-hal secara objektif dan luas, sedangkan Introvert lebih berpikir ke arah subjektif atau dirinya sendiri. Perbedaan kedua kepribadian tersebut seperti di bawah ini :
A. Ekstrovert.
•Tertarik dengan apa yang terjadi di sekitar mereka
•Terbuka dan seringkali banyak bicara
•Membandingkan pendapat mereka dengan pendapat orang lain
•Seperti aksi dan inisiatif
•Mudah mendapat teman atau beradaptasi dalam grup baru
•Mengatakan apa yang mereka pikirkan
•Tertarik dengan orang-orang baru
•Mudah menolak bersahabat dengan orang-orang yang tidak diinginkannya
B. Introvert.
•Tertarik dengan pikiran dan perasaannya sendiri
•Memerlukan teritori mereka sendiri
•Tampil dengan muka pendiam dan tampak penuh pemikiran
•Biasanya tidak mempunyai banyak teman
•Sulit membuat hubungan baru
•Menyukai konsentrasi dan kesunyian
•Tidak suka denga kunjungan yang tidak diharapkan dan tidak suka mengunjungi orang lain
•Bekerja dengan baik sendirian
C.Ambivert.
Selain dua karakter yang disebutkan di atas, juga ada karakter lain dalam pembedaan psikologi. Ambivert, adalah tipe karakter yang memiliki keseimbangan psikologi antara introvert dan extrovert. tipe ambivert seperti karakter extrovert, suka bersosialisasi dan berkumpul dengan banyak orang dan membicarakan banyak hal. di sisi lain mereka juga suka menyendiri dan menjauh dari lingkungan, seperti tipe introvert. Biasanya tipe ini yang menjadi penghubung antara tipe extrovert dan introvert. dalam hal profesi, karakter ambivert lebih cocok sebagai seorang psikolog.
Karakter introvert bukan berarti karakter dengan pemikiran tertutup, memang itu disebabkan karena tipe introvert terlihat kurang expresif di dunia luar. sebagian dari para inrovert menyukai pembicaraan yang bersifat diskusi atau bahasan-bahasan yang dapat memicu pengembangan dalam pikirannya. dalam situasi seperti ini bisa saja seorang introvert bersikap lebih aktif dan expresif dibanding extrovert.
Di dunia luar mungkin para extrovert akan lebih bisa menguasai panggung dibanding para introvert, dengan karakternya yang mudah bersosialisasi mereka dapat menjadi seorang pemimpin yang baik, pengajar yang menyenangkan, dan kegiatan komunikatif lainnnya. Sedangkan karakter introvert lebih cocok dengan kegiatan yang bersifat individual seperti melukis, menulis buku, bermusik, program komputer, dan semacamnya.
VISI kaitanya dengn Manajemen Perubahan (Change Management)
Visi menurut Belgard W.P dan Rayner, SR adalah sebuah gambaran rinci yang dikehendaki masa depan yang memberikan kejelasan tentang bagaimana. organisasi akan perlu untuk beroperasi dengan cara yang berbeda untuk memenuhi mengubah kondisi dari pasar, pelanggan dan lingkungan bisnis secara keseluruhan, (Belgard W.P dan Rayner, SR, Shaping the future: A dynamic process for creating and achieving your company’s strategic vision, New York, Amacom, 2004, p. 116).
Menurut Ian Palmer, Richard Dunford, dan Gib Akin dalam buku Managing Organizational Change ( McGraw Hill, second Edition, 2009, p. 253) bahwa visi merupakan pendapat pernyataan tujuan yang ditentukan oleh manajemen berdasarkan nilai-nilai inti organisasi dan kepercayaan yang mendefinisikan indentity organisasi dan menggabungkan ideal dan manifestasi dari arah yang sama dengan resep nyata untuk mewujudkan tujuan. Visi juga dapat dikatakan sebagai sesuatu yang didambakan untuk dimiliki dimasa depan (what do they want to have), dapat dibayangkan sebagai sebuah impian untuk masa depan, bayangan atau imajinasi dan impinan akan suatu peristiwa/ keadaan yang akan terjadi di masa depan serta gambaran yang jelas dari apa yang ingin dicapai dan diwujudkan pada masa depan tertentu oleh suatu organisasi.
Sedangkan menurut Fred R. David dalam bukunya Strategic Manajement (Penerbit Salemba Empat,Edisi 10, Jakarta, 2006, hal. 75) menyatakan bahwa ketika para pekerja dan para manajer membentuk bersama pernyataan visi untuk perusahaan maka hasilnya dapat merefleksikan visi personal dari manajer dan karyawan yang mereka miliki dalam hati dan pikiran tentang masa depan mereka. Visi yang dirumuskan bersama dapat menciptakan kebersamaan kepentingan yang dpat mengankat pekerja sehari-hari yang monoton dan menaruh mereka ke dalam dunia baru yang penuh dengan peluang dan tantangan.
Dari penjelasan diatas bahwa Visi merupakan suatu pedoman yang membantu perusahaan tetap fokus dalam meraih pencapaian keberhasilan dan untuk selalu berupaya mencapai idealisme dengan mengingatkan manajemen serta karyawan bahwa mereka bekerja sama demi tujuan-tujuan yang sama, yang akan menjadi sumbangan dalam keberhasilan jangka panjang Perusahaan.
Visi harus inspiratif, menekankan tentang “apa” dan tentang “persepsi”, mampu memotivasi dan membangkitkan semangat, memberi arah yang jelas, meletakkan landasan sistem nilai dan mampu memantapkan sinergitas.Isi Pernyataan Visi seharusnya Visioner, berpandangan jauh ke depan, membantu terhadap resistensi perubahan, membantu membuat keputusan, fleksibel dan dapat menampung inspiratif dan memiliki daya saing.
Visi yang efektif adalah dapat mampu memotivasi, mudah dipahami, maknanya tidak terlalu luas, mampu memberikan arti dan nilai bagi para pelaksananya, dapat menetapkan standar dan keunggulan organisasi, mampu menghubungkan keadaan saat ini dan masa depan, membantu organisasi merespon dan menghadapi perubahan/masalah, mencerminkan nilai – nilai budaya organisasi, mampu membangkitkan inspirasi pegawai, rasional, ideal, terukur dan dapat dicapai dan dapat memberikan arti pada masyarakat, sebagai alat kontrol atas perilaku individu pegawai dan organisasi, dan dapat dikomunikasikan dengan seluruh komponen organisasi.
Peran Visi dalam perubahan adalah sebagai alat untuk melakukan perubahan, mempertahankan aktivitas kewirausahaan atau mengubah program utama perusahaan, meningkatkan kinerja organisasi, dan selanjutnya untuk mencapai visi organisasi yang berkembang.
Visi yang jelas memungkinkan untuk menentukan seberapa baik kinerja pemimpin organisasi dan mengidentifikasi kesenjangan antara visi dan aktivitas sekarang, membantu dalam mendapatkan identifikasi karyawan dengan organisasi, yang pada gilirannya memotivasi mereka untuk mencapai tujuan pribadi dan sasaran organisasi, dan mempersiapkan organisasi untuk melakukan perubahan secara teratur "revisioning" latihan untuk membantu dan membimbing mereka ke masa depan. Proses Visi dapat meningkatkan diri mereka dari orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya, karena mereka bisa melihat potensi para tenaga kerjanya.
Visi dapat membantu perubahan dalam mempertinggi capaian/kinerja organisasi, memudahkan perubahan organisasi, perencanaan strategis yang serasi, merekrut bakat yang diperlukan dan memusatkan pengambilan keputusan. Visi dapat juga merintangi suatu perubahan dikarenakan pemimpin karismatik menggunakan pendekatan emosional, melalaikan perhatian yang perlu ke operasional bagi para pekerja, melalaikan perhatian ke masa depan, mengabaikan internet sebagai basis globalisasi, salah dalam memandu perubahan, para pemimpin berlebihan dalam menentukan persepsi krisis, Visi gagal dalam menghasilkan gols, dan pengikut merasa kecewa dan hilangnya kepercayaan pada pimpinan dan organisasi.
Dalam menciptakan Visi (Crafting The Vision) menurut Holpp dan Kelly (Holpp, L, Kelly M, 1998, Realizing the possible, Training and Development Journal, september, p. 48-55) bahwa Visi muncul dari perdebatan antara kelompok yang multifungsi dalam sebuah organisasi yang memiliki potensi untuk menghasilkan visi dan aksi yang lebih kreatif serta perlu untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang risiko dalam meng-implementasikan visi. Dan menurut Holpp Kelly, ada 3 Pendekatan yang digunakan untuk menciptakan visi yaitu:
1. Pendekatan Intuitif,
Bergantung pada penggunaan imajinasi untuk mendorong staf untuk berpartisipasi dalam visi pembangunan. Manajer diminta untuk membayangkan melakukan pekerjaannya dengan cara yang mereka mencapai apa yang mereka inginkan dari diri sendiri dan orang lain dengan siapa mereka bekerja.
1) Langkah pertama, mereka diminta untuk mendaftar hingga 10 hal-hal yang mereka inginkan untuk mencapai pribadi dan profesional dan kemudian memprioritaskannya.
3) Langkah kedua, mereka fokus pada kenyataannya mereka saat ini sebagai sarana untuk mengidentifikasi ketegangan dan pengalaman hidup mereka.
5) Langkah ketiga, mereka dengan dukungan yang disediakan untuk membantu mengidentifikasi dan mencapai rencana aksi untuk bekerja untuk mencapai visi mereka.
2. Pendekatan Analitik,
Visi-visi tidak begitu banyak dibayangkan dalam kaitannya dengan misi dan peran organisasi atau departemen, visi adalah terkait erat dengan tujuan organisasi.
a. Siapa yang dilayani oleh organisasi.
b. Apa yang dilakukan organisasi.
c. Dimana organisasi menempatkan sebagian besar usaha-usahanya.
d. Mengapa organisasi berfokus pada pekerjaan dan tujuan-tujuan tertentu.
e. Bagaimana organisasi mengoperasionalkan usaha-usaha ini.
3. Pendekatan Pembandingan,
Pernyataan visi yang dikembangkan dengan berfokus pada tindakan dan standar yang digunakan oleh organisasi pesaingnya :
a. Menanyakan apa yang mereka lakukan kompetitor dengan baik.
b. Menanyakan bagaimana mereka dapat melebihi hal tersebut.
c. Menanyakan apa yang akan menjadi ukuran kuantitatif dan kualitatif yang saat ini
menunjukkan akan tercapai.
d. Mengidentifikasi apa yang akan disenangi dan bagaimana ia akan merasakan saat standarnya telah dicapai.
Menurut Nutt dan Backoff ( Nutt, PC and Backoff, RW, 1997, Crafting Vision, Journal of Management Inquiry p. 308-328) ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam proses crafting Vision yaitu:
a. Pendekatan Pemimpin yang mendominasi (Leader-Dominated Approach).
CEO menyediakan visi strategis untuk organisasi, pendekatan ini merupakan filosofi pemberdayaan, yang mempertahankan bahwa orang-orang di seluruh organisasi harus terlibat dalam proses dan pengambilan keputusan.
b. Pendekatan Pompa Utama (Pump-Priming Approach).
CEO visioner yang memberikan ide dan akan dipilih masyarakat dan kelompok dalam organisasi untuk mengembangkan ide-ide ini dalam parameter yang luas ditetapkan oleh CEO.
c. Pendekatan Fasilitasi (Facilitation Approach).
CEO bertindak sebagai fasilitator, untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik dan lebih berhasil dan orang akan memiliki kontribusi untuk perkembangannya dan karena itu lebih bersedia untuk bertindak sesuai tujuan organisasi.
Yang perlu diperhatikan bahwa dalam suatu Visi yang telah disusun gagal dapat dikarenakan beberapa hal antara lain sebagai berikut:
a. Terlalu spesifik (gagal untuk menghargai ketidakmam-puan untuk mengendalikan perubahan dan derajat ketidakpastian yang berhubungan dengan hasil).
b. Terlalu kabur (gagal dalam berbagai tindakan yang diarahkan).
c. Kurang memadai (hanya sebagian masalah yang dapat dicapai).
d. Terlalu tidak realistis (sehingga dianggap tidak dapat dicapai oleh staf)
e. Kabur (tidak jelas gambar masa depan).
f. Apakah melihat pengalaman masa lalu (gambar dari masa lalu, masa extrapolated).
g. Terlalu rumit (birokrasi/terlalu sulit untuk dipahami).
h. Tidak relevan (gambaran yang tidak jelas, tidak memiliki kaitan secara langsung).
Pengarah Visi berubah adalah sebagai berikut:
- Menggambarkan manajemen perubahan
- Memberi pran terhadap visi
- Visi merupakan langkah pertama
- Visi membantu kearah motivasi staf dalam bekerja
- Informasi strategis dalam perubahan
- Perubahan kearah visi jangka panjang
- Visi merupakan argumentasi penting dalam perubahan
- Mengembangkan visi sbg tuntutan pelanggan dan kompetisi pasar
- Informasi merupakan sarana pengembangan visi
- Perencanaan bisnis membantu kesuksesan dalam perubahan
- Visi yang jelas dalam memandu transformasi
- Visi muncul stelah sebagian besar besar perubahan yang bersifat kompleks
- Visi digunakan sepanjang membuat keputusan bisnis
Beberapa contoh Visi perusahaan-perusahaan dibidang otomotif yang sudah menglobal yaitu:
a. Visi PT. Gajah Tunggal Tbk.
Mempertahankan dan memperkuat posisi Perusahaan sebagai pemimpin pasar dalam negeri dalam industri ban
Indonesia serta diakui sebagai produsen ban berkualitas yang sehat secara finansial dan ternama dalam pasar global.
b. Visi Ford Motor
To become the world's leading consumer company for automotive products and services (Menjadi terkemuka di dunia untuk konsumen perusahaan otomotif produk dan layanan)
c. Visi GM
Our vision is to be the world leader in transportation products and related services (Visi kami adalah menjadi pemimpin dalam dunia transportasi produk dan layanan terkait)
d. Visi Toyota
Menjadi perusahaan otomotif yang paling sukses dan dihormati di kawasan Asia Tenggara dengan memberikan pengalaman terbaik dalam kepemilikan kendaraan
Menurut Ian Palmer, Richard Dunford, dan Gib Akin dalam buku Managing Organizational Change ( McGraw Hill, second Edition, 2009, p. 253) bahwa visi merupakan pendapat pernyataan tujuan yang ditentukan oleh manajemen berdasarkan nilai-nilai inti organisasi dan kepercayaan yang mendefinisikan indentity organisasi dan menggabungkan ideal dan manifestasi dari arah yang sama dengan resep nyata untuk mewujudkan tujuan. Visi juga dapat dikatakan sebagai sesuatu yang didambakan untuk dimiliki dimasa depan (what do they want to have), dapat dibayangkan sebagai sebuah impian untuk masa depan, bayangan atau imajinasi dan impinan akan suatu peristiwa/ keadaan yang akan terjadi di masa depan serta gambaran yang jelas dari apa yang ingin dicapai dan diwujudkan pada masa depan tertentu oleh suatu organisasi.
Sedangkan menurut Fred R. David dalam bukunya Strategic Manajement (Penerbit Salemba Empat,Edisi 10, Jakarta, 2006, hal. 75) menyatakan bahwa ketika para pekerja dan para manajer membentuk bersama pernyataan visi untuk perusahaan maka hasilnya dapat merefleksikan visi personal dari manajer dan karyawan yang mereka miliki dalam hati dan pikiran tentang masa depan mereka. Visi yang dirumuskan bersama dapat menciptakan kebersamaan kepentingan yang dpat mengankat pekerja sehari-hari yang monoton dan menaruh mereka ke dalam dunia baru yang penuh dengan peluang dan tantangan.
Dari penjelasan diatas bahwa Visi merupakan suatu pedoman yang membantu perusahaan tetap fokus dalam meraih pencapaian keberhasilan dan untuk selalu berupaya mencapai idealisme dengan mengingatkan manajemen serta karyawan bahwa mereka bekerja sama demi tujuan-tujuan yang sama, yang akan menjadi sumbangan dalam keberhasilan jangka panjang Perusahaan.
Visi harus inspiratif, menekankan tentang “apa” dan tentang “persepsi”, mampu memotivasi dan membangkitkan semangat, memberi arah yang jelas, meletakkan landasan sistem nilai dan mampu memantapkan sinergitas.Isi Pernyataan Visi seharusnya Visioner, berpandangan jauh ke depan, membantu terhadap resistensi perubahan, membantu membuat keputusan, fleksibel dan dapat menampung inspiratif dan memiliki daya saing.
Visi yang efektif adalah dapat mampu memotivasi, mudah dipahami, maknanya tidak terlalu luas, mampu memberikan arti dan nilai bagi para pelaksananya, dapat menetapkan standar dan keunggulan organisasi, mampu menghubungkan keadaan saat ini dan masa depan, membantu organisasi merespon dan menghadapi perubahan/masalah, mencerminkan nilai – nilai budaya organisasi, mampu membangkitkan inspirasi pegawai, rasional, ideal, terukur dan dapat dicapai dan dapat memberikan arti pada masyarakat, sebagai alat kontrol atas perilaku individu pegawai dan organisasi, dan dapat dikomunikasikan dengan seluruh komponen organisasi.
Peran Visi dalam perubahan adalah sebagai alat untuk melakukan perubahan, mempertahankan aktivitas kewirausahaan atau mengubah program utama perusahaan, meningkatkan kinerja organisasi, dan selanjutnya untuk mencapai visi organisasi yang berkembang.
Visi yang jelas memungkinkan untuk menentukan seberapa baik kinerja pemimpin organisasi dan mengidentifikasi kesenjangan antara visi dan aktivitas sekarang, membantu dalam mendapatkan identifikasi karyawan dengan organisasi, yang pada gilirannya memotivasi mereka untuk mencapai tujuan pribadi dan sasaran organisasi, dan mempersiapkan organisasi untuk melakukan perubahan secara teratur "revisioning" latihan untuk membantu dan membimbing mereka ke masa depan. Proses Visi dapat meningkatkan diri mereka dari orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya, karena mereka bisa melihat potensi para tenaga kerjanya.
Visi dapat membantu perubahan dalam mempertinggi capaian/kinerja organisasi, memudahkan perubahan organisasi, perencanaan strategis yang serasi, merekrut bakat yang diperlukan dan memusatkan pengambilan keputusan. Visi dapat juga merintangi suatu perubahan dikarenakan pemimpin karismatik menggunakan pendekatan emosional, melalaikan perhatian yang perlu ke operasional bagi para pekerja, melalaikan perhatian ke masa depan, mengabaikan internet sebagai basis globalisasi, salah dalam memandu perubahan, para pemimpin berlebihan dalam menentukan persepsi krisis, Visi gagal dalam menghasilkan gols, dan pengikut merasa kecewa dan hilangnya kepercayaan pada pimpinan dan organisasi.
Dalam menciptakan Visi (Crafting The Vision) menurut Holpp dan Kelly (Holpp, L, Kelly M, 1998, Realizing the possible, Training and Development Journal, september, p. 48-55) bahwa Visi muncul dari perdebatan antara kelompok yang multifungsi dalam sebuah organisasi yang memiliki potensi untuk menghasilkan visi dan aksi yang lebih kreatif serta perlu untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang risiko dalam meng-implementasikan visi. Dan menurut Holpp Kelly, ada 3 Pendekatan yang digunakan untuk menciptakan visi yaitu:
1. Pendekatan Intuitif,
Bergantung pada penggunaan imajinasi untuk mendorong staf untuk berpartisipasi dalam visi pembangunan. Manajer diminta untuk membayangkan melakukan pekerjaannya dengan cara yang mereka mencapai apa yang mereka inginkan dari diri sendiri dan orang lain dengan siapa mereka bekerja.
1) Langkah pertama, mereka diminta untuk mendaftar hingga 10 hal-hal yang mereka inginkan untuk mencapai pribadi dan profesional dan kemudian memprioritaskannya.
3) Langkah kedua, mereka fokus pada kenyataannya mereka saat ini sebagai sarana untuk mengidentifikasi ketegangan dan pengalaman hidup mereka.
5) Langkah ketiga, mereka dengan dukungan yang disediakan untuk membantu mengidentifikasi dan mencapai rencana aksi untuk bekerja untuk mencapai visi mereka.
2. Pendekatan Analitik,
Visi-visi tidak begitu banyak dibayangkan dalam kaitannya dengan misi dan peran organisasi atau departemen, visi adalah terkait erat dengan tujuan organisasi.
a. Siapa yang dilayani oleh organisasi.
b. Apa yang dilakukan organisasi.
c. Dimana organisasi menempatkan sebagian besar usaha-usahanya.
d. Mengapa organisasi berfokus pada pekerjaan dan tujuan-tujuan tertentu.
e. Bagaimana organisasi mengoperasionalkan usaha-usaha ini.
3. Pendekatan Pembandingan,
Pernyataan visi yang dikembangkan dengan berfokus pada tindakan dan standar yang digunakan oleh organisasi pesaingnya :
a. Menanyakan apa yang mereka lakukan kompetitor dengan baik.
b. Menanyakan bagaimana mereka dapat melebihi hal tersebut.
c. Menanyakan apa yang akan menjadi ukuran kuantitatif dan kualitatif yang saat ini
menunjukkan akan tercapai.
d. Mengidentifikasi apa yang akan disenangi dan bagaimana ia akan merasakan saat standarnya telah dicapai.
Menurut Nutt dan Backoff ( Nutt, PC and Backoff, RW, 1997, Crafting Vision, Journal of Management Inquiry p. 308-328) ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam proses crafting Vision yaitu:
a. Pendekatan Pemimpin yang mendominasi (Leader-Dominated Approach).
CEO menyediakan visi strategis untuk organisasi, pendekatan ini merupakan filosofi pemberdayaan, yang mempertahankan bahwa orang-orang di seluruh organisasi harus terlibat dalam proses dan pengambilan keputusan.
b. Pendekatan Pompa Utama (Pump-Priming Approach).
CEO visioner yang memberikan ide dan akan dipilih masyarakat dan kelompok dalam organisasi untuk mengembangkan ide-ide ini dalam parameter yang luas ditetapkan oleh CEO.
c. Pendekatan Fasilitasi (Facilitation Approach).
CEO bertindak sebagai fasilitator, untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik dan lebih berhasil dan orang akan memiliki kontribusi untuk perkembangannya dan karena itu lebih bersedia untuk bertindak sesuai tujuan organisasi.
Yang perlu diperhatikan bahwa dalam suatu Visi yang telah disusun gagal dapat dikarenakan beberapa hal antara lain sebagai berikut:
a. Terlalu spesifik (gagal untuk menghargai ketidakmam-puan untuk mengendalikan perubahan dan derajat ketidakpastian yang berhubungan dengan hasil).
b. Terlalu kabur (gagal dalam berbagai tindakan yang diarahkan).
c. Kurang memadai (hanya sebagian masalah yang dapat dicapai).
d. Terlalu tidak realistis (sehingga dianggap tidak dapat dicapai oleh staf)
e. Kabur (tidak jelas gambar masa depan).
f. Apakah melihat pengalaman masa lalu (gambar dari masa lalu, masa extrapolated).
g. Terlalu rumit (birokrasi/terlalu sulit untuk dipahami).
h. Tidak relevan (gambaran yang tidak jelas, tidak memiliki kaitan secara langsung).
Pengarah Visi berubah adalah sebagai berikut:
- Menggambarkan manajemen perubahan
- Memberi pran terhadap visi
- Visi merupakan langkah pertama
- Visi membantu kearah motivasi staf dalam bekerja
- Informasi strategis dalam perubahan
- Perubahan kearah visi jangka panjang
- Visi merupakan argumentasi penting dalam perubahan
- Mengembangkan visi sbg tuntutan pelanggan dan kompetisi pasar
- Informasi merupakan sarana pengembangan visi
- Perencanaan bisnis membantu kesuksesan dalam perubahan
- Visi yang jelas dalam memandu transformasi
- Visi muncul stelah sebagian besar besar perubahan yang bersifat kompleks
- Visi digunakan sepanjang membuat keputusan bisnis
Beberapa contoh Visi perusahaan-perusahaan dibidang otomotif yang sudah menglobal yaitu:
a. Visi PT. Gajah Tunggal Tbk.
Mempertahankan dan memperkuat posisi Perusahaan sebagai pemimpin pasar dalam negeri dalam industri ban
Indonesia serta diakui sebagai produsen ban berkualitas yang sehat secara finansial dan ternama dalam pasar global.
b. Visi Ford Motor
To become the world's leading consumer company for automotive products and services (Menjadi terkemuka di dunia untuk konsumen perusahaan otomotif produk dan layanan)
c. Visi GM
Our vision is to be the world leader in transportation products and related services (Visi kami adalah menjadi pemimpin dalam dunia transportasi produk dan layanan terkait)
d. Visi Toyota
Menjadi perusahaan otomotif yang paling sukses dan dihormati di kawasan Asia Tenggara dengan memberikan pengalaman terbaik dalam kepemilikan kendaraan
Communicating Accros Cultures
Komunikasi adalah suatu tidak bisa dipisahkan bagian dari suatu peran manajer, memungut mayoritas dari waktu hati-hati. Komunikasi efektif antar budaya manajer sebagian besar menentukan sukses dari transaksi internasional atau keluaran dari suatu kekuatan pekerja yang secara cultural berbeda.
Istilah komunikasi menguraikan proses dari berbagi maksud menyampaikan pesan melalui media seperti kata-kata, perilaku, atau material artifacts. Para manajer berkomunikasi untuk mengkoordinir aktivitas, memberikan informasi, memotivasi orang-orang, dan merundingkan rencana kedepan. Hal tersebut memiliki arti yang penting, bagi yang menerima informasi tersebut dan menginterpretasikan arti dari komunikasi tersebut.
Penyebab utama dari suara gaduh dari fakta bahwa pengirim dan penerima masing-masing pribadi ada dalam suatu yang unik sebagai ruang hidupnya. Konteks yang menyangkut dunia pribadi itu, sebagian besar kultur didasarkan pada, pengalaman, hubungan, nilai-nilai, dan sebagainya, menentukan penafsiran dari maksud dari komunikasi. Orang-orang menyaring, atau memilih memahami, pesan yang konsisten dengan persepsi dan harapan dari kenyataan mereka sendiri dan norma-norma dan nilai-nilai dari perilaku mereka. Semakin berlainan kultur yang dilibatkan, maka bertambah besar kemungkinan dari kesalahan menafsirnya. Sejalan dengan itu, Samovar, Porter, dan Jain menyatakan, faktor budaya meliputi proses komunikasi sebagai mana kultur tidak hanya mendikte siapa berbicara dengan siapa, tentang apa, dan apa bagaimana proses komunikasi, Itu dapat membantu ke arah menentukan bagaimana orang-orang menyandi pesan, maksud mereka mempunyai untuk pesan, dan keadaan dan kondisi-kondisi di bawah yang berbagai kacang-kacangan pesan atau pesan tidak boleh dikirim, dicatat, atau ditafsirkan. Sesungguhnya, perbendaharaan kata dari perilaku yang komunikatif tergantung pada besarnya kultur di mana kita telah diangkat. Sebagai konsekuensi Kultur merupakan dasar dari komunikasi.
Oleh karena itu, komunikasi adalah suatu proses yang kompleks dari menghubungkan atau berbagi bidang yang perceptual tentang penerima dan pengirim, pengirim yang lekas mengerti membangun suatu jembatan sangat mirip ruang dari penerima. Setelah penerima menginterpretasikan pesan dan menarik kesimpulan sekitar apa yang pengirim maksud, dalam banyak kasus, ia atau dia akan menyandi dan mengembalikan suatu tanggapan, membuat komunikasi menjadi suatu proses yang lingkar. Proses komunikasi adalah sangat mudah berubah, bagaimanapun, sebagai hasil perkembangan teknologi, oleh karena itu mendorong bisnis global maju pada suatu laju pertumbuhan yang luar biasa.
H. C. Triandis, The Blacktvell Handbook dari Cross-Cultural Management dinyatakan bahwa komunikasi yang efektif antar budaya, adalah penting memahami penyebab variabel budaya apa yang menyampaikan di proses komunikasi. Pengetahuan dari variabel budaya suara gaduh yang mengikis komunikasi dari maksud yang diharapkan buka peluang untuk bertindak untuk memperkecil suara gaduh itu dan meningkatkan komunikasi.Ketika yang dari satu gurau merupakan suatu pesan bagi suatu anggota dari kultur yang lain, komunikasi antar budaya berlangsung. Pesan berisi arti yang diharapkan oleh encoder. Ketika pesan tersebut menjangkau penerima, bagaimanapun itu, telah mengalami suatu perubahan bentuk di mana pengaruh dari kultur ahli sandi menjadi bagian dari arti.
Hubungan budaya dan komunikasi, menguji unsur-unsur dasar dari kultur yang mempengaruhi komunikasi. Tingkat derajat bagi seseorang yang dapat secara efektif berkomunikasi yang sebagian besar tergantung pada bagaimana harapan yang lain dan yang budaya terhadap diri kita sendiri. Bagaimanapun, jarak pemisah budaya dapat diperdaya dengan pemahaman dan pelajaran yang lebih dulu mengenai variabel itu semua dan bagaimana cara melakukan penyesuaian kepada mereka.
Komunikasi yang effectif diperlukan kerja sama di persekutuan di seberang batasan-batasan nasional. Hal ini tergantung pada pemahaman yang informal di antara mereka yang didasarkan pada kepercayaan yang telah dikembangkan antar mereka. Bagaimanapun, arti dari kepercayaan dan bagaimana dikembangkan dan dikomunikasikan bertukar-tukar ke seberang masyarakat. Di Jepang dan China, sebagai contoh, transaksi bisnis didasarkan pada jaringan dari suatu hubungan yang sudah berjalan lama dan didasarkan pada kepercayaan dibanding kontrak yang formal seperti di Amerika Serikat. Child Yohanes menyarankan petunjuk untuk kepercayaan:
a. Harus jelas dan berbasis perhitungan untuk manfaat timbal balik. Harus ada komitmen realistis dan niat baik untuk menghormatinya.
b. Tingkatkan meramal: Bekerja keras untuk memecahkan konflik dengan komunikasi terbuka.
c. Pengembangan yang timbal balik yang mengikat melalui sosialisasi yang reguler dan kontak yang ramah.
Variables budaya dalam proses komunikasi adalah suatu tingkat yang berbeda dan variabel budaya dapat mempengaruhi proses komunikasi dengan pengaruh suatu persepsi. Menurut Porter dan Samovar dan dibahas oleh Moran dan Harris, variabel tersebut adalah sebagai berikut: sikap, organisasi sosial, pola yang dipikirkan, peran, bahasa (yang percakapan atau menulis), komunikasi nonverbal dan waktu.
Attitut adalah sikap kita yang mendasari cara kita bertindak dan berkomunikasi dan cara kita menginterpretasikan dari pesan tersebut. Sikap yang etnosentris lainnya adalah sumber tertentu dari suara gaduh di komunikasi yang antar budaya. Contoh Amerika dan Yunani dengan jelas mencoba untuk menginterpretasikan dan menyampaikan arti yang didasarkan pada pengalaman mereka sendiri menyangkut mengenai transaksi. Amerika bersalah telah meniru-niru karyawan Yunani dengan dengan cepat melompat kepada kesimpulan dan tidak mau mengambil tanggung jawab untuk tugas dan scheduling.
Masalah meniru-niru, terjadi ketika seseorang berasumsi bahwa tiap-tiap anggota dari suatu cabang kebudayaan atau masyarakat mempunyai yang ciri yang sama atau karakteristik. Meniru-niru adalah suatu umum penyebab kesalah pahaman di komunikasi yang antar budaya. Itu merupakan suatu sewenang-wenang, malas, dan sering juga bersifat merusak. Para manajer yang cerdik menyadari bahaya dari budaya meniru-niru dan berhadapan dengan masing-masing orang sebagai suatu individu dengan siapa mereka boleh membentuk suatu hubungan yang unik.
Perilaku komunikasi nonverbal yang dikomunikasikan tanpa kata-kata disebut komunikasi nonverbal. Komunikasi face-to-face memungkinkan pengirim dari pesan untuk mendapatkan segera umpan balik, lisan dan nonverbal, dan dengan begitu bagi yang mempunyai beberapa gagasan seperti bagaimana yang pesan diterima dan apakah informasi yang tambahan diperlukan.
Sistim informasi komunikasi di organisasi bervariasi menurut di mana dan bagaimana itu dimulai, saluran, dan kecepatan, apakah komunikasi itu formal atau informal, dan sebagainya. Jenis struktur organ, kebijakan susunan kepegawaian, dan gaya kepemimpinan akan mempengaruhi sifat alami suatu sistem informasi organisasi.
Sebagai manajer internasional sangat berguna untuk mengetahui di mana dan bagaimana memulai dan kecepatan informasi itu berjalan, kedua-duanya secara internal dan secara eksternal. Dalam suatu sistem pengambilan keputusan di mana banyak orang orang-orang dilibatkan, seperti sistem ringi dari pengambilan keputusan konsensus di Jepang, meninggalkan negara asal perlu memahami bahwa ada suatu pola yang sistematis untuk arus informasi tersebut.
Kecepatan komunikasi dengan mengunakan sistim informasi adalah variabel kunci yang memerlukan perhatian untuk menghindari konflik dan kesalahan menafsir. Orang Amerika mengharapkan memberi dan menerima informasi dengan cepat dan dengan jelas, bergerak melalui langkah-langkah dan detil dalam suatu pertunjukan yang linier pada kesimpulan.
Komunikasi efektif antar budaya adalah meliputi pengembangan dari kepekaan pemujaan, kehati-hatian menyandi, transmisi yang selektif, berhati-hati memecahkan kode, dan ikut terlibat menuju tindakan.
Mengembangkan kultural yang sensitif bertindak sebagai pengirim suatu pesan, seorang manajer harus membuat ia menunjuk, mengetahui penerima dan menyandi pesan dalam suatu format yang kehendak yang hampir bisa dipastikan dipahami seperti diharapkan.
Manajer memerlukan suatu kesadaran dari dalam budayanya dan bagaimana mempengaruhi proses komunikasi yang dibaca dari suatu peta: a) Read a map/ Membiasakan diri dan mengenali peta lokal geografi untuk menghindari pembuatan kekeliruan, b) Dress up/ Berdandan, dalam beberapa negara-negara, pakaian merupakan suatu tanda dan saling berbeda kesukaan orang, c) Berbicara kurang hormat, membicarakan tentang kekayaan, kekuasa, atau status perusahaan, d) menciptakan selebor, bahkan kata tak senonoh tentang suatu peristiwa adalah yang tak dapat diterima dan e) Mendengarkan sebanyak seperti anda pembicaraan, tanya orang-orang kamu jadilah mengunjungi sekitar diri mereka dan jalan hidup mereka. f) Speak lower and slower/Berbicara lebih rendah dan lebih lambat. Suatu suara yang nyaring adalah sering dirasa seperti membual.
Bahasa menyampaikan kultur, teknologi, dan prioritas, dan melayani untuk memisahkan dan mengabadikan cabang kebudayaan. Sedangkan Terjemahan bahasa adalah hanya bagian dari proses menyandi, pesan juga dinyatakan dalam bahasa yang nonverbal. Di proses menyandi, pengirim harus memastikan sama dan sebangun antara yang nonverbal dan pesan lisan. Dalam menyandi suatu pesan, jadilah sebagai objektif mungkin dan bukan untuk bersandar pada penafsiran pribadi. Interaksi yang pribadi memberi manajer kesempatan untuk mendapat/kan umpan balik segera lisan dan visuil dan untuk membuat cepat penyesuaian ke dalam proses komunikasi.
Selective Transmission, komunikasi international karena jarak jauh, tidak mungkin bicara face to face. Dapat digunakan telepon, video confrensing asal sesuai dengan kesepakatan lebih dahulu. Pergaulan internasional sering melalui interlokal, yang membatasi kesempatan untuk berkomunikasi face-to-face. Bagaimanapun, hubungan pribadi dapat dibentuk atau ditingkatkan melalui percakapan telepon atau videoconferencing dan melalui kontak yang dipercayai. Media elektronik modern dapat digunakan untuk memcahkan penghalang komunikasi dengan mengurangi masa tunggu untuk informasi, menjelaskan isu, dan membiarkan konsultasi saat tertentu. Telekomunikasi global dan jaringan komputer sedang mengubah muka komunikasi antar budaya melalui penyebaran yang lebih cepat tentang menerima informasi di dalam suatu organisasi.
Hecht, Andersen, dan Ribeau mengatakan bahwa Encoders atau ahli sandi memproses isyarat nonverbal sebagai konseptual, yang multi saluran. Memecahkan kode adalah proses dari menterjemahkan simbol yang diterima ke dalam pesan yang ditafsirkan. Yang utama penyebab incongruence adalah (1) penerima salah menafsir pesan, (2) hasil penerima menyandi pesan salah, atau (3) pengirim salah menafsir umpan balik. Komunikasi yang dua arah sangatlah penting bagi suatu isu, sehingga usaha berurutan dapat dibuat sampai telah dicapainya suatu pemahaman akan sesuatu.
Manajemen komunikasi antar budaya sebagian besar tergantung pada kemampuan perilaku dan pribadi manusianya. Menurut Ruhen bahwa efektifitas komunikasi interculturat (ICE) sebagai:
a). Rasa hormat (yang disampaikan melalui mata menghubungi, badan mengambil sikap, menyatakan nada, dan titik nada).
b). Interaksi mengambil sikap (kemampuan untuk bereaksi terhadap orang lain dalam suatu yang deskriptif, nonevaluative, dan nonjudgmental)
c). Orientasi ke pengetahuan (mengenali yang pengetahuan seseorang, persepsi, dan kepercayaan adalah sah hanya untuk dirinya dan bukan untuk semua orang).
d). Pengenalan jiwa orang lain
e). Manajemen interaksi
f). Toleransi untuk kerancuan.
g). Perilaku peran yang berorientasi lain (kapasitas seseorang untuk fleksibel dan untuk mengadopsi peran yang berbeda demi kelompok dan kohesi kelompok komunikasi yang lebih besar).
Carefull Decoding of Feedback, MNC komunikasi dapat dilakukan dengan standar komunikasi yang ditetukan misalnya telepon, rapat dan kunjungan, pelaporan, usulan perencanaan dengan komunikasi yang difasilitasi dengan pengendalian performance, sesuai komukasi informal yang dibutuhkan dalam bisnis.
Istilah komunikasi menguraikan proses dari berbagi maksud menyampaikan pesan melalui media seperti kata-kata, perilaku, atau material artifacts. Para manajer berkomunikasi untuk mengkoordinir aktivitas, memberikan informasi, memotivasi orang-orang, dan merundingkan rencana kedepan. Hal tersebut memiliki arti yang penting, bagi yang menerima informasi tersebut dan menginterpretasikan arti dari komunikasi tersebut.
Penyebab utama dari suara gaduh dari fakta bahwa pengirim dan penerima masing-masing pribadi ada dalam suatu yang unik sebagai ruang hidupnya. Konteks yang menyangkut dunia pribadi itu, sebagian besar kultur didasarkan pada, pengalaman, hubungan, nilai-nilai, dan sebagainya, menentukan penafsiran dari maksud dari komunikasi. Orang-orang menyaring, atau memilih memahami, pesan yang konsisten dengan persepsi dan harapan dari kenyataan mereka sendiri dan norma-norma dan nilai-nilai dari perilaku mereka. Semakin berlainan kultur yang dilibatkan, maka bertambah besar kemungkinan dari kesalahan menafsirnya. Sejalan dengan itu, Samovar, Porter, dan Jain menyatakan, faktor budaya meliputi proses komunikasi sebagai mana kultur tidak hanya mendikte siapa berbicara dengan siapa, tentang apa, dan apa bagaimana proses komunikasi, Itu dapat membantu ke arah menentukan bagaimana orang-orang menyandi pesan, maksud mereka mempunyai untuk pesan, dan keadaan dan kondisi-kondisi di bawah yang berbagai kacang-kacangan pesan atau pesan tidak boleh dikirim, dicatat, atau ditafsirkan. Sesungguhnya, perbendaharaan kata dari perilaku yang komunikatif tergantung pada besarnya kultur di mana kita telah diangkat. Sebagai konsekuensi Kultur merupakan dasar dari komunikasi.
Oleh karena itu, komunikasi adalah suatu proses yang kompleks dari menghubungkan atau berbagi bidang yang perceptual tentang penerima dan pengirim, pengirim yang lekas mengerti membangun suatu jembatan sangat mirip ruang dari penerima. Setelah penerima menginterpretasikan pesan dan menarik kesimpulan sekitar apa yang pengirim maksud, dalam banyak kasus, ia atau dia akan menyandi dan mengembalikan suatu tanggapan, membuat komunikasi menjadi suatu proses yang lingkar. Proses komunikasi adalah sangat mudah berubah, bagaimanapun, sebagai hasil perkembangan teknologi, oleh karena itu mendorong bisnis global maju pada suatu laju pertumbuhan yang luar biasa.
H. C. Triandis, The Blacktvell Handbook dari Cross-Cultural Management dinyatakan bahwa komunikasi yang efektif antar budaya, adalah penting memahami penyebab variabel budaya apa yang menyampaikan di proses komunikasi. Pengetahuan dari variabel budaya suara gaduh yang mengikis komunikasi dari maksud yang diharapkan buka peluang untuk bertindak untuk memperkecil suara gaduh itu dan meningkatkan komunikasi.Ketika yang dari satu gurau merupakan suatu pesan bagi suatu anggota dari kultur yang lain, komunikasi antar budaya berlangsung. Pesan berisi arti yang diharapkan oleh encoder. Ketika pesan tersebut menjangkau penerima, bagaimanapun itu, telah mengalami suatu perubahan bentuk di mana pengaruh dari kultur ahli sandi menjadi bagian dari arti.
Hubungan budaya dan komunikasi, menguji unsur-unsur dasar dari kultur yang mempengaruhi komunikasi. Tingkat derajat bagi seseorang yang dapat secara efektif berkomunikasi yang sebagian besar tergantung pada bagaimana harapan yang lain dan yang budaya terhadap diri kita sendiri. Bagaimanapun, jarak pemisah budaya dapat diperdaya dengan pemahaman dan pelajaran yang lebih dulu mengenai variabel itu semua dan bagaimana cara melakukan penyesuaian kepada mereka.
Komunikasi yang effectif diperlukan kerja sama di persekutuan di seberang batasan-batasan nasional. Hal ini tergantung pada pemahaman yang informal di antara mereka yang didasarkan pada kepercayaan yang telah dikembangkan antar mereka. Bagaimanapun, arti dari kepercayaan dan bagaimana dikembangkan dan dikomunikasikan bertukar-tukar ke seberang masyarakat. Di Jepang dan China, sebagai contoh, transaksi bisnis didasarkan pada jaringan dari suatu hubungan yang sudah berjalan lama dan didasarkan pada kepercayaan dibanding kontrak yang formal seperti di Amerika Serikat. Child Yohanes menyarankan petunjuk untuk kepercayaan:
a. Harus jelas dan berbasis perhitungan untuk manfaat timbal balik. Harus ada komitmen realistis dan niat baik untuk menghormatinya.
b. Tingkatkan meramal: Bekerja keras untuk memecahkan konflik dengan komunikasi terbuka.
c. Pengembangan yang timbal balik yang mengikat melalui sosialisasi yang reguler dan kontak yang ramah.
Variables budaya dalam proses komunikasi adalah suatu tingkat yang berbeda dan variabel budaya dapat mempengaruhi proses komunikasi dengan pengaruh suatu persepsi. Menurut Porter dan Samovar dan dibahas oleh Moran dan Harris, variabel tersebut adalah sebagai berikut: sikap, organisasi sosial, pola yang dipikirkan, peran, bahasa (yang percakapan atau menulis), komunikasi nonverbal dan waktu.
Attitut adalah sikap kita yang mendasari cara kita bertindak dan berkomunikasi dan cara kita menginterpretasikan dari pesan tersebut. Sikap yang etnosentris lainnya adalah sumber tertentu dari suara gaduh di komunikasi yang antar budaya. Contoh Amerika dan Yunani dengan jelas mencoba untuk menginterpretasikan dan menyampaikan arti yang didasarkan pada pengalaman mereka sendiri menyangkut mengenai transaksi. Amerika bersalah telah meniru-niru karyawan Yunani dengan dengan cepat melompat kepada kesimpulan dan tidak mau mengambil tanggung jawab untuk tugas dan scheduling.
Masalah meniru-niru, terjadi ketika seseorang berasumsi bahwa tiap-tiap anggota dari suatu cabang kebudayaan atau masyarakat mempunyai yang ciri yang sama atau karakteristik. Meniru-niru adalah suatu umum penyebab kesalah pahaman di komunikasi yang antar budaya. Itu merupakan suatu sewenang-wenang, malas, dan sering juga bersifat merusak. Para manajer yang cerdik menyadari bahaya dari budaya meniru-niru dan berhadapan dengan masing-masing orang sebagai suatu individu dengan siapa mereka boleh membentuk suatu hubungan yang unik.
Perilaku komunikasi nonverbal yang dikomunikasikan tanpa kata-kata disebut komunikasi nonverbal. Komunikasi face-to-face memungkinkan pengirim dari pesan untuk mendapatkan segera umpan balik, lisan dan nonverbal, dan dengan begitu bagi yang mempunyai beberapa gagasan seperti bagaimana yang pesan diterima dan apakah informasi yang tambahan diperlukan.
Sistim informasi komunikasi di organisasi bervariasi menurut di mana dan bagaimana itu dimulai, saluran, dan kecepatan, apakah komunikasi itu formal atau informal, dan sebagainya. Jenis struktur organ, kebijakan susunan kepegawaian, dan gaya kepemimpinan akan mempengaruhi sifat alami suatu sistem informasi organisasi.
Sebagai manajer internasional sangat berguna untuk mengetahui di mana dan bagaimana memulai dan kecepatan informasi itu berjalan, kedua-duanya secara internal dan secara eksternal. Dalam suatu sistem pengambilan keputusan di mana banyak orang orang-orang dilibatkan, seperti sistem ringi dari pengambilan keputusan konsensus di Jepang, meninggalkan negara asal perlu memahami bahwa ada suatu pola yang sistematis untuk arus informasi tersebut.
Kecepatan komunikasi dengan mengunakan sistim informasi adalah variabel kunci yang memerlukan perhatian untuk menghindari konflik dan kesalahan menafsir. Orang Amerika mengharapkan memberi dan menerima informasi dengan cepat dan dengan jelas, bergerak melalui langkah-langkah dan detil dalam suatu pertunjukan yang linier pada kesimpulan.
Komunikasi efektif antar budaya adalah meliputi pengembangan dari kepekaan pemujaan, kehati-hatian menyandi, transmisi yang selektif, berhati-hati memecahkan kode, dan ikut terlibat menuju tindakan.
Mengembangkan kultural yang sensitif bertindak sebagai pengirim suatu pesan, seorang manajer harus membuat ia menunjuk, mengetahui penerima dan menyandi pesan dalam suatu format yang kehendak yang hampir bisa dipastikan dipahami seperti diharapkan.
Manajer memerlukan suatu kesadaran dari dalam budayanya dan bagaimana mempengaruhi proses komunikasi yang dibaca dari suatu peta: a) Read a map/ Membiasakan diri dan mengenali peta lokal geografi untuk menghindari pembuatan kekeliruan, b) Dress up/ Berdandan, dalam beberapa negara-negara, pakaian merupakan suatu tanda dan saling berbeda kesukaan orang, c) Berbicara kurang hormat, membicarakan tentang kekayaan, kekuasa, atau status perusahaan, d) menciptakan selebor, bahkan kata tak senonoh tentang suatu peristiwa adalah yang tak dapat diterima dan e) Mendengarkan sebanyak seperti anda pembicaraan, tanya orang-orang kamu jadilah mengunjungi sekitar diri mereka dan jalan hidup mereka. f) Speak lower and slower/Berbicara lebih rendah dan lebih lambat. Suatu suara yang nyaring adalah sering dirasa seperti membual.
Bahasa menyampaikan kultur, teknologi, dan prioritas, dan melayani untuk memisahkan dan mengabadikan cabang kebudayaan. Sedangkan Terjemahan bahasa adalah hanya bagian dari proses menyandi, pesan juga dinyatakan dalam bahasa yang nonverbal. Di proses menyandi, pengirim harus memastikan sama dan sebangun antara yang nonverbal dan pesan lisan. Dalam menyandi suatu pesan, jadilah sebagai objektif mungkin dan bukan untuk bersandar pada penafsiran pribadi. Interaksi yang pribadi memberi manajer kesempatan untuk mendapat/kan umpan balik segera lisan dan visuil dan untuk membuat cepat penyesuaian ke dalam proses komunikasi.
Selective Transmission, komunikasi international karena jarak jauh, tidak mungkin bicara face to face. Dapat digunakan telepon, video confrensing asal sesuai dengan kesepakatan lebih dahulu. Pergaulan internasional sering melalui interlokal, yang membatasi kesempatan untuk berkomunikasi face-to-face. Bagaimanapun, hubungan pribadi dapat dibentuk atau ditingkatkan melalui percakapan telepon atau videoconferencing dan melalui kontak yang dipercayai. Media elektronik modern dapat digunakan untuk memcahkan penghalang komunikasi dengan mengurangi masa tunggu untuk informasi, menjelaskan isu, dan membiarkan konsultasi saat tertentu. Telekomunikasi global dan jaringan komputer sedang mengubah muka komunikasi antar budaya melalui penyebaran yang lebih cepat tentang menerima informasi di dalam suatu organisasi.
Hecht, Andersen, dan Ribeau mengatakan bahwa Encoders atau ahli sandi memproses isyarat nonverbal sebagai konseptual, yang multi saluran. Memecahkan kode adalah proses dari menterjemahkan simbol yang diterima ke dalam pesan yang ditafsirkan. Yang utama penyebab incongruence adalah (1) penerima salah menafsir pesan, (2) hasil penerima menyandi pesan salah, atau (3) pengirim salah menafsir umpan balik. Komunikasi yang dua arah sangatlah penting bagi suatu isu, sehingga usaha berurutan dapat dibuat sampai telah dicapainya suatu pemahaman akan sesuatu.
Manajemen komunikasi antar budaya sebagian besar tergantung pada kemampuan perilaku dan pribadi manusianya. Menurut Ruhen bahwa efektifitas komunikasi interculturat (ICE) sebagai:
a). Rasa hormat (yang disampaikan melalui mata menghubungi, badan mengambil sikap, menyatakan nada, dan titik nada).
b). Interaksi mengambil sikap (kemampuan untuk bereaksi terhadap orang lain dalam suatu yang deskriptif, nonevaluative, dan nonjudgmental)
c). Orientasi ke pengetahuan (mengenali yang pengetahuan seseorang, persepsi, dan kepercayaan adalah sah hanya untuk dirinya dan bukan untuk semua orang).
d). Pengenalan jiwa orang lain
e). Manajemen interaksi
f). Toleransi untuk kerancuan.
g). Perilaku peran yang berorientasi lain (kapasitas seseorang untuk fleksibel dan untuk mengadopsi peran yang berbeda demi kelompok dan kohesi kelompok komunikasi yang lebih besar).
Carefull Decoding of Feedback, MNC komunikasi dapat dilakukan dengan standar komunikasi yang ditetukan misalnya telepon, rapat dan kunjungan, pelaporan, usulan perencanaan dengan komunikasi yang difasilitasi dengan pengendalian performance, sesuai komukasi informal yang dibutuhkan dalam bisnis.
UNDERSTANDING THE ROLE OF CULTURE
Pada bagian ini menjelaskan bahwa pentingnya mengerti mengenai budaya lokal dan lingkungan bisnis bagi manager dalam mencapai keungulan komperatif di industrinya.
Budaya dari masyarakat menjadi nilai-nilai bersama, pemahaman, asumsi, dan gol yang dipelajari dari generasi yang lebih awal, yang disajikan dan dikenakan oleh anggota dari suatu masyarakat, dan diteruskan untuk menggantikan generasinya.
Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu budhayah, bentuk jamak dari budhi yang artinya akal, Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan akal atau budi. Kebudayaan adalah segala yang dihasilkan oleh manusia berdasarkan kemampuan akalnya. Ciri-ciri umum dari kebudayaan adalah dipelajari, diwariskan dan diteruskan, hidup dalam masyarakat, dikembangkan dan berubah, dan terintegrasi.
Hasil dari budaya merupakan dasar hidup dalam berkomunikasi, kode etik dan harapan.
Secara umum, kultur dari suatu masyarakat menjadi nilai-nilai yang bersama, pemahaman, asumsi, dan tujuan yang dipelajari dari generasi yang lebih awal, yang dikenakan oleh anggota dari suatu masyarakat, dan diteruskan untuk menggantikan pandangan generasi. Kultur mengakibatkan suatu basis untuk komunikasi didasarkan pada kebersamaan, dan harapannya. Budaya meningkatkan masyarakat menyesuaikan transisi hubungan lingkungan eksternal dan internal mereka. Sebagai contoh, Seorang manajer yang ditugaskan ke suatu cabang di daerah yang asing baginya, harus menemukan perbedaan besar dan kecil di perilaku dari individu dan kelompok di dalam organisasi itu. Perbedaan ini diakibatkan oleh masyarakat, atau sosial budaya , variabel dari kultur, seperti bahasa dan agama, sebagai tambahan terhadap umum variabel nasional, seperti ekonomi, undang-undang, dan faktor politik.
Variabel sosial budaya Nasional, menyediakan konteks untuk pengabadian dan pengembangan dari variabel budaya. Variabel budaya pada gilirannya, menentukan sikap dasar ke arah pekerjaan, waktu, paham materialisme, kebendaan, individualisrne, dan perubahan. Sikap seperti itu mempengaruhi suatu harapan dan motivasi individu mengenai hubungan kelompok dan pekerjaan, dan pada akhirnya mereka mempengaruhi hasil yang dapat diharapkan dari individu.
Budaya masyarakat sering secara luas dipegang di dalam suatu daerah atau bangsa, budaya yang terorganisir sebagian besar dari organisasi, perusahaan, institusi, atau menggolongkan ke yang lain. Kultur yang terorganisasi menghadirkan harapan, norma-norma, dan tujuan umum oleh menyangkut anggota kelompok itu.
Variasi budaya yang besar tentang cabang kebudayaan dan kultur di seluruh bumi dengan satu pendekatan untuk kembangkan suatu profil budaya daerah atau negeri masing-masing dengan perusahaan yang mengerjakan atau sedang mempertimbangkan perdagangan. Mengembangkan suatu profil budaya memerlukan keakraban dengan beberapa variabel berbudaya universal ke budaya umum. Dari variabel universal ini, para manajer dapat mengidentifikasi perbedaan spesifik yang ditemukan pada setiap orang atau negeri untuk mengantisipasi implikasi tempat kerja.
Para manajer tidak pernah berasumsi bahwa mereka dapat dengan sukses mengadop Amerika, atau Jepang, atau gaya lain, praktek, harapan bangsa, dan proses. Sebagai gantinya, mereka perlu mempraktekkan suatu ajaran dasar dari manajemen ketidakpastian-manajemen yang baik. Manajemen ketidakpastian memerlukan para manajer untuk menyesuaikan dan untuk mengatur kepada orang-orang dan lingkungan yang lokal. Adaptasi itu kompleks sebab manajer boleh menghadapi perbedaan yang tidak hanya di kultur, tetapi juga di praktek bisnis.
Sebelum kita dapat memahami kultur dari suatu masyarakat, kita harus mengenali bahwa ada subsistem dalam suatu masyarakat adalah suatu fungsi di mana orang-orang tinggal. Subsistem mempengaruhi dan dipengaruhi oleh dimensi dan nilai-nilai budaya masyarakat serta mempengaruhi perilaku mereka. Harris dan Moran yang mengenali delapan kategori yang membentuk subsistem di masyarakat dan menjelaskan implikasi mereka untuk perilaku tempat kerja yaitu:
a. Pendidikan, Pendidikan yang formal atau informal dari para pekerja dalam suatu perusahaan yang asing sangat mempengaruhi harapan menempatkan pada para pekerja itu di tempat kerja. Hal Itu juga mempengaruhi aneka pilihan manajer tentang praktek susunan kepegawaian dan perekrutan, program pelatihan, dan gaya kepemimpinan.
Program pengembangan dan pelatihan, sebagai contoh, perlu untuk konsisten dengan tingkat persiapan bidang pendidikan untuk keluar negeri.
b. Ekonomi, sistem ekonomi rata-rata dari distribusi dan produksi dalam suatu masyarakat (efek hasil di individu dan kelompok) mempunyai suatu pengaruh yang kuat pada proses suatu organisatoris seperti sourcing, distribusi, dan repatriasi dari modal. Pada waktu radikal mengubah sistem politik, sehingga nampak bahwa perbedaan yang drastis antara kapitalis dan sistem sosialis akan mempunyai lebih sedikit efek di korporasi yang multinasional ( MNCS) dibanding di masa lalu.
c. Politik. Sistem politik dari pemerintah dalam suatu masyarakat, apakah demokratis, komunis, atau seperti diktator, pemaksaan yang bermacam-macam batasan di suatu organisasi dan kebebasan untuk berdagang. Adalah pekerjaan manajer untuk memahami sistem politik dan bagaimana itu mempengaruhi proses organisir untuk merundingkan posisi di dalam sistem itu dan untuk mengatur secara efektif perhatian yang timbal balik dari perusahaan tamu dan negara penyelenggara.
d. Agama. Kepercayaan yang merupakan rohani dari suatu masyarakat sering kuat dan melebihi aspek lain budaya. Agama yang biasanya moral dan norma-norma yang ekonomi. Di Amerika Serikat, barang kepunyaan dari agama di tempat kerja dibatasi, sedangkan prakteknya pada kepercayaan negara-negara lain yang religius sering mempengaruhi transaksi bisnis sehari-hari dan on-the-job perilaku.
e. Asosiasi. Berbagai jenis asosiasi muncul ke luar dari kelompok formal dan informal yang menyusun suatu masyarakat. Apakah asosiasi ini didasarkan pada religius,, sosial, profesional, atau asosiasi dagang, para manajer harus terbiasa dengan mereka dan peran mereka sangat berpengaruh di interaksi bisnis.
f. Kesehatan. Pelayanan kesehatan di suatu negeri mempengaruhi produktivitas karyawan, harapan, dan sikap ke arah kebugaran phisik dan perannya di tempat kerja. Harapan ini akan mempengaruhi keputusan managerial mengenai manfaat pelayanan kesehatan, asuransi, dan sebagainya.
g. Rekreasi adalah cara yang ditempuh oleh orang-orang penggunaan waktu untuk kesenangan mereka, seperti halnya sikap mereka ke arah kesenangan dan pilihan dari mereka dengan siapa memasyarakat. Sikap pekerja ke arah rekreasi dapat mempengaruhi perilaku kerja mereka dan persepsi dari peran dari mereka memasukkan hidup mereka.
Dimensi variabel budaya diakibatkan oleh uniknya satuan nilai-nilai bersama antar kelompok orang yang berbeda. Kebanyakan dari variasi antara budaya berasal dari sistem nilai dasar, yang menyebabkan orang-orang untuk bertindak dengan cara yang berbeda di bawah keadaan yang yang serupa. Nilai-Nilai adalah suatu gagasan masyarakat tentang apa yang baik atau jelek. Sebagai komponen yang kuat dari suatu kultur, nilai-nilai masyarakat dikomunikasikan melalui delapan subsistem tersebut diatas dan berlalu dari generasi ke generasi. Tekanan dan Interaksi dari antara subsistem (atau lebih baru dari kultur yang asing) menyediakan daya dorong untuk perubahan yang lambat. Pemutusan dari Soviet Union dan pembentukan Commonwealth adalah suatu contoh dari perubahan ekstrim politis sebagai hasil tekanan internal ekonomi dan dorongan eksternal untuk berubah.
Merancang riset dimensi budaya menghasilkan di dimensi budaya yang telah dibuat dan tersedia oleh merancang regu GLOBE (Organizational Behavior Effectiveness dan Leadership yang global). Regu meliputi 170 peneliti yang sudah mengumpulkan data di atas tujuh tahun di nilai-nilai yang budaya dan kepemimpinan dan praktek menujukan dari 18.000 para manajer di 62 negara-negara. Para manajer itu dari industri yang bervariasi dan organisasi dari tiap-tiap corrier di dunia. Regu yang dikenali sembilan dimensi budaya yang menciri dari satu masyarakat ke yang lain dan mempunyai implikasi penting managerial: ketegasan, orientasi yang masa depan, capaian orientasi, orientasi yang peramah, pembedaan jenis kelamin, penghindaran ketidak-pastian, dan kolektivisme yang kelembagaan melawan individualisme.
Assertiveness mengacu pada berapa banyak orang-orang dalam suatu masyarakat diharapkan untuk tabah, confrontational, dan kompetitif melawan penawaran yang rendah hati.
Dimensi orientasi masa depan mengacu pada tingkat arti suatu atase masyarakat ke perilaku yang berorientasi masa depan seperti perencanaan dan menanam modal dalam masa depan.
Dimensi orientasi pencapaian, mengukur pentingnya keunggulan dan peningkatan capaian di masyarakat dan mengacu pada ya atau tidaknya orang-orang didukung untuk mengejar peningkatan. Singapura, Hong Kong, dan Amerika Serikat mencetak prestasi tinggi di dimensi ini. Secara khas, ini berarti bahwa orang-orang cenderung untuk mengambil prakarsa dan mempunyai suatu pengertian dari urgensi dan keyakinan untuk mendapatkan berbagai hal untuk melakukannya. Negara-Negara seperti Italia dan Rusia mempunyai score yang rendah di dimensi ini; mereka menjaga prioritas yang lain di depan capaian, seperti tradisi, kesetiaan, keluarga, dan latar belakang.
Dimensi orientasi kemanuasian mengukur tingkat suatu masyarakat mendorong dan memberi penghargaan adil, rendah hati, dermawan,, kepedulian, dan sesama. Di dimensi ini paling tinggi adalah Pilipina, Irlandia, Malaysia, dan Mesir, menandakan suatu fokus dukungan dan simpati untuk yang lemah, dan orang-orang adalah pada umumnya ramah dan bersikap toleran dan keselarasan nilai.
Dengan jelas, riset ini sangat menolong kepada para manajer agar berhasil berinteraksi antar budaya. Mengantisipasi perbedaan dan persamaan budaya, mengijinkan para manajer mengembangkan ketrampilan dan perilaku untuk bertindak dan memutuskan dalam suatu cara yang sesuai bagi harapan dan norma-norma lokal masyarakat.
Budaya dari masyarakat menjadi nilai-nilai bersama, pemahaman, asumsi, dan gol yang dipelajari dari generasi yang lebih awal, yang disajikan dan dikenakan oleh anggota dari suatu masyarakat, dan diteruskan untuk menggantikan generasinya.
Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu budhayah, bentuk jamak dari budhi yang artinya akal, Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan akal atau budi. Kebudayaan adalah segala yang dihasilkan oleh manusia berdasarkan kemampuan akalnya. Ciri-ciri umum dari kebudayaan adalah dipelajari, diwariskan dan diteruskan, hidup dalam masyarakat, dikembangkan dan berubah, dan terintegrasi.
Hasil dari budaya merupakan dasar hidup dalam berkomunikasi, kode etik dan harapan.
Secara umum, kultur dari suatu masyarakat menjadi nilai-nilai yang bersama, pemahaman, asumsi, dan tujuan yang dipelajari dari generasi yang lebih awal, yang dikenakan oleh anggota dari suatu masyarakat, dan diteruskan untuk menggantikan pandangan generasi. Kultur mengakibatkan suatu basis untuk komunikasi didasarkan pada kebersamaan, dan harapannya. Budaya meningkatkan masyarakat menyesuaikan transisi hubungan lingkungan eksternal dan internal mereka. Sebagai contoh, Seorang manajer yang ditugaskan ke suatu cabang di daerah yang asing baginya, harus menemukan perbedaan besar dan kecil di perilaku dari individu dan kelompok di dalam organisasi itu. Perbedaan ini diakibatkan oleh masyarakat, atau sosial budaya , variabel dari kultur, seperti bahasa dan agama, sebagai tambahan terhadap umum variabel nasional, seperti ekonomi, undang-undang, dan faktor politik.
Variabel sosial budaya Nasional, menyediakan konteks untuk pengabadian dan pengembangan dari variabel budaya. Variabel budaya pada gilirannya, menentukan sikap dasar ke arah pekerjaan, waktu, paham materialisme, kebendaan, individualisrne, dan perubahan. Sikap seperti itu mempengaruhi suatu harapan dan motivasi individu mengenai hubungan kelompok dan pekerjaan, dan pada akhirnya mereka mempengaruhi hasil yang dapat diharapkan dari individu.
Budaya masyarakat sering secara luas dipegang di dalam suatu daerah atau bangsa, budaya yang terorganisir sebagian besar dari organisasi, perusahaan, institusi, atau menggolongkan ke yang lain. Kultur yang terorganisasi menghadirkan harapan, norma-norma, dan tujuan umum oleh menyangkut anggota kelompok itu.
Variasi budaya yang besar tentang cabang kebudayaan dan kultur di seluruh bumi dengan satu pendekatan untuk kembangkan suatu profil budaya daerah atau negeri masing-masing dengan perusahaan yang mengerjakan atau sedang mempertimbangkan perdagangan. Mengembangkan suatu profil budaya memerlukan keakraban dengan beberapa variabel berbudaya universal ke budaya umum. Dari variabel universal ini, para manajer dapat mengidentifikasi perbedaan spesifik yang ditemukan pada setiap orang atau negeri untuk mengantisipasi implikasi tempat kerja.
Para manajer tidak pernah berasumsi bahwa mereka dapat dengan sukses mengadop Amerika, atau Jepang, atau gaya lain, praktek, harapan bangsa, dan proses. Sebagai gantinya, mereka perlu mempraktekkan suatu ajaran dasar dari manajemen ketidakpastian-manajemen yang baik. Manajemen ketidakpastian memerlukan para manajer untuk menyesuaikan dan untuk mengatur kepada orang-orang dan lingkungan yang lokal. Adaptasi itu kompleks sebab manajer boleh menghadapi perbedaan yang tidak hanya di kultur, tetapi juga di praktek bisnis.
Sebelum kita dapat memahami kultur dari suatu masyarakat, kita harus mengenali bahwa ada subsistem dalam suatu masyarakat adalah suatu fungsi di mana orang-orang tinggal. Subsistem mempengaruhi dan dipengaruhi oleh dimensi dan nilai-nilai budaya masyarakat serta mempengaruhi perilaku mereka. Harris dan Moran yang mengenali delapan kategori yang membentuk subsistem di masyarakat dan menjelaskan implikasi mereka untuk perilaku tempat kerja yaitu:
a. Pendidikan, Pendidikan yang formal atau informal dari para pekerja dalam suatu perusahaan yang asing sangat mempengaruhi harapan menempatkan pada para pekerja itu di tempat kerja. Hal Itu juga mempengaruhi aneka pilihan manajer tentang praktek susunan kepegawaian dan perekrutan, program pelatihan, dan gaya kepemimpinan.
Program pengembangan dan pelatihan, sebagai contoh, perlu untuk konsisten dengan tingkat persiapan bidang pendidikan untuk keluar negeri.
b. Ekonomi, sistem ekonomi rata-rata dari distribusi dan produksi dalam suatu masyarakat (efek hasil di individu dan kelompok) mempunyai suatu pengaruh yang kuat pada proses suatu organisatoris seperti sourcing, distribusi, dan repatriasi dari modal. Pada waktu radikal mengubah sistem politik, sehingga nampak bahwa perbedaan yang drastis antara kapitalis dan sistem sosialis akan mempunyai lebih sedikit efek di korporasi yang multinasional ( MNCS) dibanding di masa lalu.
c. Politik. Sistem politik dari pemerintah dalam suatu masyarakat, apakah demokratis, komunis, atau seperti diktator, pemaksaan yang bermacam-macam batasan di suatu organisasi dan kebebasan untuk berdagang. Adalah pekerjaan manajer untuk memahami sistem politik dan bagaimana itu mempengaruhi proses organisir untuk merundingkan posisi di dalam sistem itu dan untuk mengatur secara efektif perhatian yang timbal balik dari perusahaan tamu dan negara penyelenggara.
d. Agama. Kepercayaan yang merupakan rohani dari suatu masyarakat sering kuat dan melebihi aspek lain budaya. Agama yang biasanya moral dan norma-norma yang ekonomi. Di Amerika Serikat, barang kepunyaan dari agama di tempat kerja dibatasi, sedangkan prakteknya pada kepercayaan negara-negara lain yang religius sering mempengaruhi transaksi bisnis sehari-hari dan on-the-job perilaku.
e. Asosiasi. Berbagai jenis asosiasi muncul ke luar dari kelompok formal dan informal yang menyusun suatu masyarakat. Apakah asosiasi ini didasarkan pada religius,, sosial, profesional, atau asosiasi dagang, para manajer harus terbiasa dengan mereka dan peran mereka sangat berpengaruh di interaksi bisnis.
f. Kesehatan. Pelayanan kesehatan di suatu negeri mempengaruhi produktivitas karyawan, harapan, dan sikap ke arah kebugaran phisik dan perannya di tempat kerja. Harapan ini akan mempengaruhi keputusan managerial mengenai manfaat pelayanan kesehatan, asuransi, dan sebagainya.
g. Rekreasi adalah cara yang ditempuh oleh orang-orang penggunaan waktu untuk kesenangan mereka, seperti halnya sikap mereka ke arah kesenangan dan pilihan dari mereka dengan siapa memasyarakat. Sikap pekerja ke arah rekreasi dapat mempengaruhi perilaku kerja mereka dan persepsi dari peran dari mereka memasukkan hidup mereka.
Dimensi variabel budaya diakibatkan oleh uniknya satuan nilai-nilai bersama antar kelompok orang yang berbeda. Kebanyakan dari variasi antara budaya berasal dari sistem nilai dasar, yang menyebabkan orang-orang untuk bertindak dengan cara yang berbeda di bawah keadaan yang yang serupa. Nilai-Nilai adalah suatu gagasan masyarakat tentang apa yang baik atau jelek. Sebagai komponen yang kuat dari suatu kultur, nilai-nilai masyarakat dikomunikasikan melalui delapan subsistem tersebut diatas dan berlalu dari generasi ke generasi. Tekanan dan Interaksi dari antara subsistem (atau lebih baru dari kultur yang asing) menyediakan daya dorong untuk perubahan yang lambat. Pemutusan dari Soviet Union dan pembentukan Commonwealth adalah suatu contoh dari perubahan ekstrim politis sebagai hasil tekanan internal ekonomi dan dorongan eksternal untuk berubah.
Merancang riset dimensi budaya menghasilkan di dimensi budaya yang telah dibuat dan tersedia oleh merancang regu GLOBE (Organizational Behavior Effectiveness dan Leadership yang global). Regu meliputi 170 peneliti yang sudah mengumpulkan data di atas tujuh tahun di nilai-nilai yang budaya dan kepemimpinan dan praktek menujukan dari 18.000 para manajer di 62 negara-negara. Para manajer itu dari industri yang bervariasi dan organisasi dari tiap-tiap corrier di dunia. Regu yang dikenali sembilan dimensi budaya yang menciri dari satu masyarakat ke yang lain dan mempunyai implikasi penting managerial: ketegasan, orientasi yang masa depan, capaian orientasi, orientasi yang peramah, pembedaan jenis kelamin, penghindaran ketidak-pastian, dan kolektivisme yang kelembagaan melawan individualisme.
Assertiveness mengacu pada berapa banyak orang-orang dalam suatu masyarakat diharapkan untuk tabah, confrontational, dan kompetitif melawan penawaran yang rendah hati.
Dimensi orientasi masa depan mengacu pada tingkat arti suatu atase masyarakat ke perilaku yang berorientasi masa depan seperti perencanaan dan menanam modal dalam masa depan.
Dimensi orientasi pencapaian, mengukur pentingnya keunggulan dan peningkatan capaian di masyarakat dan mengacu pada ya atau tidaknya orang-orang didukung untuk mengejar peningkatan. Singapura, Hong Kong, dan Amerika Serikat mencetak prestasi tinggi di dimensi ini. Secara khas, ini berarti bahwa orang-orang cenderung untuk mengambil prakarsa dan mempunyai suatu pengertian dari urgensi dan keyakinan untuk mendapatkan berbagai hal untuk melakukannya. Negara-Negara seperti Italia dan Rusia mempunyai score yang rendah di dimensi ini; mereka menjaga prioritas yang lain di depan capaian, seperti tradisi, kesetiaan, keluarga, dan latar belakang.
Dimensi orientasi kemanuasian mengukur tingkat suatu masyarakat mendorong dan memberi penghargaan adil, rendah hati, dermawan,, kepedulian, dan sesama. Di dimensi ini paling tinggi adalah Pilipina, Irlandia, Malaysia, dan Mesir, menandakan suatu fokus dukungan dan simpati untuk yang lemah, dan orang-orang adalah pada umumnya ramah dan bersikap toleran dan keselarasan nilai.
Dengan jelas, riset ini sangat menolong kepada para manajer agar berhasil berinteraksi antar budaya. Mengantisipasi perbedaan dan persamaan budaya, mengijinkan para manajer mengembangkan ketrampilan dan perilaku untuk bertindak dan memutuskan dalam suatu cara yang sesuai bagi harapan dan norma-norma lokal masyarakat.
GLOBALIZATION AND INTERNATIONALIZATION” AND “LEGAL AND REGULATORY ENVIROTMENT
A. Globalization and Internationalizational
Kata globalisasi dalam dekade terakhir ini tidak saja menjadi konsep ilmu pengetahuan sosial dan ekonomi, tetapi juga telah menjadi jargon politik, ideologi pemerintahan (rezim), dan hiasan bibir masyarakat awam di seluruh dunia. Teknologi informasi dan media elektronik dinilai sebagai simbol pelopor yang mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi dan keuangan.
Globalisasi bukanlah sesuatu yang baru, semangat pencerahan eropa di abad pertengahan yang mendorong pencarian dunia baru bisa dikategorikan sebagai arus globalisasi. Revolusi industri dan transportasi di abad XVIII juga merupakan pendorong tren globalisasi, yang membedakannya dengan arus globalisasi yang terjadi dua-tiga dekade belakangan ini adalah kecepatan dan jangkauannya. Selanjutnya, interaksi dan transaksi antara individu dan negara-negara yang berbeda akan menghasilkan konsekuensi politik, sosial, dan budaya pada tingkat dan intensitas yang berbeda pula. Masuknya Indonesia dalam proses globalisasi pada saat ini ditandai oleh serangkaian kebijakan yang diarahkan untuk membuka ekonomi domestik dalam rangka memperluas serta memperdalam integrasi dengan pasar internasional.
Sangat menarik apa yang dikemukakan oleh Joseph E. Stiglitz, (Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-lembaga Keuangan Internasional, Jakarta: Ina Publikatama, 2002, hal. 27) peraih hadiah Nobel Ekonomi tahun 2001 yang menyatakan bahwa ”Globalisasi sendiri sebenarnya tidak begitu baik atau buruk, Ia memiliki kekuatan untuk melakukan kebaikan yang besar, dan bagi negara-negara di Asia Timur yang telah menerima globalisasi dengan persyaratan mereka sendiri, dengan kecepatan mereka sendiri, globalisasi memberikan manfaat yang besar, walaupun ada kemunduran akibat krisis 1997”.
Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005)
Menurut pendapat Krisna (Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal.september 2005) globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.
Sedangkan internasionalisasi adalah istilah yang menggambarkan dibawanya suatu permasalahan lokal atau regional menjadi urusan dunia internasional atau antarbangsa. Meski sering dipertukarkan dengan globalisasi, istilah internasionalisasi sebenarnya lebih banyak merujuk pada urusan politik dibanding ekonomi atau perdagangan. Sementara globalisasi lebih merujuk pada tidak adanya lagi batas-batas negara dalam hubungan perdagangan, investasi, budaya populer, dan lainnya.
Globalisasi dipandang oleh sebagian pelaku bisnis sebagai kesempatan untuk maju dan menjadi unggul di pasar. Sedangkan sebagian lagi berasumsi globalisasi sebagai hal yang menakutkan dimana setiap pelaku bisnis dapat bertindak sebagai tirani yang menghancurkan lingkungan dan hal-hal yang baik dalam kehidupan manusia. Sebenarnya pengertian globalisasi sering disalah artikan dengan internasionalisasi. Penjelasan mengenai pengertian globalisasi dan internasionalisasi secara sederhana adalah sebagai berikut (e-book,’Manajemen Perguruan Tinggi Modern’, Richardus Eko Indrajit 2004).
Globalisasi merupakan kesatuan global semua aspek kehidupan tanpa ada batasan teritorial dimana dimungkinkan terjadinya pertukaran, perdagangan, penyebaran sumber daya (modal, manusia, ilmu pengetahuan, dan teknologi). Penekanan dalam globalisasi terletak pada kesatuan (integrasi) secara global dari semua negara melalui proses perdagangan bebas, pergerakan modal, migrasi sumber daya manusia, modal,dan iptek tanpa dapat dikendalikan dan dicegah oleh aturan dalam suatu negara tertentu. Oleh karena itu globalisasi sering dikatakan sebagai fenomena yang suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, siap atau tidak siap akan dihadapi setiap negara dalam era globalisasi. Kompetisi dalam era globalisasi didasarkan pada keunggulan absolut yang tidak dapat dikendalikan atau diatur oleh pihak manapun.
Sedangkan internasionalisasi merupakan kegiatan atas dasar kesadaran masing-masing, atas dasar suka rela, atas dasar pilihan tertentu bukan tindakan yang terpaksa. Kompetisi dalam perdagangan intenasional lebih didasarkan kepada keunggulan kompetitif dengan aturan yang diatur atas dasar kesepatan pihak-pihak yang terkait.
B. Perdagangan Bebas
Berbagai perkembangan perekonomian dunia yang terjadi dewasa ini telah mendorong perkembangan pasar, mengubah hubungan produksi, finansial, investasi dan perdagangan sehingga kegiatan ekonomi dan orientasi dunia usaha tidak terbatas pada lingkup nasional tetapi telah bersifat internasional atau global. Dampak dari padanya timbul perubahan dalam hubungan ekonomi dan perdagangan antar bangsa di dunia.
Issu mengenai globalisasi ekonomi semakin marak setelah disetujui dan ditandatanganinya kesepakatan GATT-Putaran Uruguay oleh 122 negara anggota di Marrakesh, Maroko pada tanggal 15 April 1994 (Marrakesh Meeting). Pada pertemuan tersebut disetujui pula perubahan nama GATT (General Agreement on Tariff and Trade) menjadi WTO (World Trade Organization) atau Organisasi Perdagangan Dunia/Internasional.
Tujuan utama dibentuknya GATT/WTO adalah : (1) liberalisasi perdagangan untuk meningkatkan volume perdagangan dunia sehingga produksi meningkat; (2) memperjuangkan penurunan dan bahkan penghapusan hambatan-hambatan perdagangan baik dalam bentuk hambatan tarif bea masuk (tariff barrier) maupun hambatan lainnya (non tariff barrier); (3) mengatur perdagangan jasa yang mencakup tentang Intellectual Property Rights dan investasi. Dengan meningkatnya produksi akan terjadi peningkatan investasi yang sekaligus akan menciptakan lapangan kerja dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Namun demikian, karena adanya kekhawatiran akan kegagalan perundingan GATT-Putaran Uruguay, padahal banyak negara yang sudah merasa semakin pentingnya perdagangan bebas antar negara, maka negara-negara yang berada pada suatu kawasan dengan kesamaan potensi dan kebutuhan maupun hubungan geografis dan tradisional terdorong untuk membentuk kelompok/kawasan perdagangan bebas (free trade area). Sehubungan dengan itu pada dekade 1990-an terbentuk beberapa kawasan perdagangan bebas seperti :
- AFTA (Asean Free Trade Area) yang mencakup negara-negara anggota ASEAN;
- APEC (Asia Pacific Economic Community) yang mencakup negara-negara di kawasan Asia Pasifik;
- Uni Eropa (European Union) yang mencakup negara-negara di kawasan Eropa Barat; dan
- NAFTA (North America Free Trade Area) yang mencakup Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko.
C. The Global Compact
Ide tentang The Global Compact pertama kali diperkenalkan oleh UN Secretary General Kofi Annan saat dilangsungkannya World Economic Forum di Davos pada Januari 1999. konsep ini bertujuan untuk menyediakan insentive bagi kerjasama international yang menerima dan secara aktif mempromosikan nilai-nilai dan prinsip yang ditetapkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (United Nations) di bidang standart perburuhan, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup.
Global Compact didasari oleh prinsip dasar yang ada dalam Universal Declaration of Human Rights, the “Fundamental Principles on Rights at Work” (Prinsip Dasar atas Hak-hak Kerja), yang diperjuangkan oleh International Labor Organization (ILO) seperti juga prinsip-prinsip yang menyangkut ekologi seperti yang ditetapkan dalam Agenda 21 pada Summit Meeting di Rio de Jenairo, Brazil . Global Compact mengandung Sembilan prinsip dan secara langsung ditujukan terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di pasar global.
Dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss dalam bulan Januari 1999 Sekretaris Jenderal PBB Kofi A. Anan meluncurkan "The Global Compact" sebagai upaya bersama untuk merealisasikan 10 prinsip yang tergabung dalam 4 bidang besar : 1. Hak Asasi, 2. Tenaga Kerja, 3. Lingkungan Hidup, 4. Anti Korupsi. Inisiatif global compact ini untuk membantu menerapkan kerangka sosial dan lingkungan yang hidup harmonis guna mendukung menuju kesinambungan pasar yang terbuka & bebas dan memastikan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan untuk berbagi manfaat dari adanya ekonomi global. Global Compact mempunyai 10 Prinsip Universal yaitu sebagai berikut:
A. Hak Asasi Manusia
1. Mendukung dan menghormati perlindungan terhadap hak-hak azasi manusia yang diakui international di dalam daerah jangkauan pengaruh mereka; dan
2. Memastikan bahwa tidak terlibat dalam penyalahgunaan hak azasi manusia (HAM).
B. Standar Ketenagakerjaan
3. Kebebasan berorganisasi dan pengakuan terhadap hak berunding yang efektif;
4. Penghapusan semua bentuk kerja paksa;
5. Penghapusan pekerja anak;dan
6. Penghapusan diskriminasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan jabatan ;
C. Lingkungan
7. Mendukung suatu pendekatan yang hati-hati terhadap tantangan lingkungan hidup;
8. Menjalankan inisiatif yang bertujuan untuk memajukan rasa tanggungjawab yang lebih besar terhadap lingkungan; dan
9. Mendorong pengembangan dan penyebaran teknologi ramah lingkungan.
D. Anti Korupsi
10. Memerangi segala bentuk korupsi, termasuk pemerasan dan penyuapan.
Merujuk pada dokumen Global Compact, penilaian HAM atas kinerja korporasi meliputi 9 isu, sebagai berikut: Pertama. Dukungan dan penghormatan HAM yang diterima secara internasional berdasarkan pengaruh yang dimilikinya; Kedua. Aktivitas yang dilakukan dipastikan tidak melanggar dan menyebabkan timbulnya kejahatan HAM; Ketiga. Mewujudkan kebebasan berserikat dan pengakuan terhadap hak atas posisi tawar kolektif buruh; Keempat. Turut serta menghapus segala bentuk perbudakan dan pemaksaan kerja; Kelima. Berpartisipasi menghapus buruh anak; Keenam. Menghapus praktek-praktek diskriminasi dalam pekerjaan dan lapangan kerja; Ketujuh. Mendukung pendekatan pencegahan kerusakan lingkungan; Kedelapan. Mengambil inisiatif mempromosikan tanggung jawab lingkungan yang lebih besar; Kesembilan. Mendorong pengembangan dan difusi tekonologi yang ramah lingkungan.
Global Compact asas ke-10, yaitu tentang anti-korupsi, sejalan dengan adanya UN Convention against Corruption. Dengan begitu dapatlah dikatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang telah menggabungkan diri (secara sukarela) dalam Global Compact, juga “terikat” untuk “memerangi korupsi”. Untuk Indonesia yang sedang menjalani reformasi di bidang hukum dan sistem peradilan, keterikatan perusahaan untuk “memerangi KKN” tentunya teramat penting. Kenyataan adanya “bribery in the private sector” telah merupakan salah satu faktor yang mempersulit Indonesia melakukan pemulihan di sektor ekonomi, karena ketidakpercayaan para investor pada hukum dan sistem peradilan kita.
Untuk negara yang berada dalam keadaan transisi seperti Indonesia, KKN dan pencucian uang (money laundering) merupakam masalah besar. Meningkatnya pertumbuhan kejahatan transnasional telah diakui oleh PBB dengan disahkannya UN Convention against Transnational Organized Crime (2000) yang dianggap sebagai ancaman pada “the integrity of national financial industries”.
Di bulan Juli 2000, PBB meresmikan berdirinya Global Compact Office di New York. Ada 5 (lima) Mitra Kerja Utama PBB yang mempunyai Spesialisasi Sumber Daya dan Keahlian dalam Global Compact adalah ILO (Organisasi Buruh International), UNHCHR, (United National High Commission for Human Rights), UNEP (United Nations Environment Programme, UNDP (United Nations Development Programme) UNIDO (United Nations Industrial Development Organization).
Global Compact memberikan kesempatan kepada perusahaan agar tujuan mereka tidak hanya sekedar menghasilkan keuntungan, tetapi juga mendukung nilai-nilai universal yang disepakati bersama oleh sebagian besar masyarakat dunia. Namun demikian, Global Compact bukan suatu "code of conduct" atau alat regulasi, tetapi didasarkan kesadaran dan sukarela.
Tujuan Global Compact adalah untuk menciptakan pasar global yang lebih stabil dan menyeluruh dengan mengajak komuniti bisnis untuk mengintegrasikan Sepuluh prinsip universal ke dalam visi, kegiatan sehari-hari dan system manajemen mereka, mempercepat tindakan yang mendukung tujuan-tujuan PBB, dan memfasilitasi perubahan dalam PBB-PBB perlu memperbaharui diri dengan bekerjasama baik dengan pelaku non-pemerintah maupun pemerintah untuk mencapai kerangka besar tujuan yang sudah disepakati oleh Negara-negara anggotanya.
Sedangkan manfaat Global Compact adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif di Indonesia, menciptakan iklim ketenagakerjaan dan hubungan industrial yang kondusif agar dapat menarik investasi asing dan domestik di Indonesia, dan meningkatkan citra produk perusahaan di International.
Manfaat Global Compact bagi pengusaha adalah perbaikan perfoma kinerja keuangan, pengurangan biaya operasi melalui pengurangan limbah, zat buangan, dan berkurangnya ekonomi biaya tinggi yang secara tidak langsung akan memperbaiki efisiensi usaha, memperbaiki reputasi dan brand image, Peningkatan penjualan dan loyalitas konsumen, dan peningkatan produktivitas dan daya saing.
Perusahaan yang telah memutuskan untuk mengambangkan usaha di dunia internasional dapat memilih keterlibatannya dalam bentuk:
1. Bisnis Internasional (International Business) yaitu perusahaan yang terlibat pada transaksi perdagangan atau investasi internasional, contoh Harley Davidson..
2. Perusahaan Multinasional (Multinatioanl Corporation) yaitu peruasahaan yang terlibat banyak dalam bisnis internasional, mempunyai atau mengendalikan fasilitas di lebih dari satu negara, contoh The Body Shop.
3. Perusahaan Transnasional (Transnational Corporation) yaitu perusahaan yang terlibat banyak dalam bisnis internasional yang mana pengelolaan di tiap Negara secara independent, contoh Nestle.
4. Organisasi Global (Global Organization) yaitu organisasi yang menghasilkan produk standar dengan melewati lintas batas, contoh Caterpilar.
Adapun karakteristik perusahaan berorientasi global diantaranya adalah:
1. Pabrik dan fasilitas berlokasi dengan dasar global
2. Komponan bahan baku dan jasa yang dihasilkan dengan dasar global
3. Desain produk dan teknologi proses untuk seluruh dunia
4. Permintaan bukan berdasarkan local saja.
5. Logistik dan pengendalian persediaan bersifat global.
6. Perusahaan global diorganisasikan melalui divisi secara global
D. Global Managers
Bisnis internasional telah menjadi salah satu fitur yang penting di dunia ekonomi. Belajar untuk mengoperasikan perusahaan dalam perekonomian global adalah tantangan penting yang dihadapi oleh banyak manajer saat ini. Bisnis dapat bersifat domestik, internasional, multinasional atau global. Manajer harus memahami proses internasionalisasi maupun bagaimana mengelola dalam suatu tingkatan aktivitas internasional.
Dalam situasi dan kondisi yang terus berkembang, maka banyak perusahaan membuat keputusan untuk mengembangkan bisnis ke dunia internasional. Ada berbagai alasan kuat yang mendasari perusahaan menjadi global, diantaranya adalah sebagia berikut :
1. Efisiensi Biaya
Banyak cara yang telah dilakukan oleh perusahaan yang beroperasi secara internasional untuk dapat mengurangi berbagai biaya antara lain dengan:
a. Pemilihan lokasi yang menyediakan biaya tenaga kerja rendah.
b. Pemanfaatan adanya kesepakatan perdagangan yang berdampak pada
2. Perbaikan Manajemen Rantai Pasokan
Dengan menempatkan fasilitas di negara dimana sumber daya tertentu berada maka pengelolaan manajemen rantai pasokan dapat lebih terjamin.
3. Pemberian produk yang lebih baik
Karena karakteristik produk yang diinginkan konsumen sangat bervariasi dan ditentukan oleh masing-masing lokasi maka banyak perusahaan yang beroperasi secara internasional menempatkan diri di negara dimana produknya dipasarkan misalnya disesuaikan dengan budaya yang berlaku .
4. Menarik pasar Baru
Perusahaan yang wilayah pemasarannya di dalam negeri sudah terbatas maka dapat memanfaatkan pasar luar negeri yang masih terbuka.
5. Belajar untuk beroperasi yang lebih baik
Banyak perusahaan melakukan kerjasama dengan perusahaan lain dari negara lain untuk alih teknologi, mengadakan riset bersama ataupun kerjasama dalam desain serta kegiatan operasional lainnya.
6. Bisa mendapatkan dan mempertahankan bakat global
Perusahaan yang memiliki karyawan yang baik, dapat memberikan kesempatan karir yang lebih baik dengan cara beroperasi secara global sehingga dapat memper tahankan karyawan .
Untuk bersaing didalam perekonomian global, manajer harus memahami strukturnya. Perekonomian dengan sistim pasar yang matang mendominasi ekonomi global saat ini. Banyak tantangan yang dihadapi oleh manajer dalam suatu konteks global adalah persoalan unik yang berhubungan dengan konteks lingkungan internasional. Tantangan tersebut merefleksikan lingkungan budaya, ekonomi, politik, hukum dalam manajemen internasional.
Persoalan persaingan dasar perekonomian global bervariasi, bergantung pada apakah suatu organisasi merupakan sebuah perusahaan multinasional, organisasi berukuran sedang atau kecil. Manajer dalam keadaan ini harus memperhatikan fungsi manajerial yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian. Para manajer internasional perlu memiliki pandangan yang jelas mengenai dimana posisi perusahaan yang mereka inginkan dimasa akan datang, mereka harus mengorganisasikan untuk mengimplementasikan rencana-rencana mereka, mereka harus memotivasi orang yang bekerja pada mereka dan mengembangkan mekanisme pengendalian yang sesuai.
Menurut Helen Deresky (Internasional Management, Managing Accross Borders and Cultures, Sixth Edition, Pearson Education, 2008), dalam mengelola perusahaan di lingkungan global terdapat lingkungan yang harus dipahami oleh para manajer global yaitu:
1. Lingkungan Politik (The Political Environment)
Manager harus mengetahui lingkungan politik yang terdiri dari kestabilan politik, tingkat teroris, kebijakan luar negeri, peraturan dari militer, dan stabilitas politik. Lingkungan politik di suatu negara berpengaruh terhadap perekonomian negara tersebut. Karena lingkungan politik yang stabil di suatu negara akan mengundang para investor untuk masuk dan menanamkan modal atau berinvestasi di negara tersebut. Contohnya Amerika, dengan sistem politik yang stabil, ekonomi di negara tersebut juga meningkat. Berbeda dengan Indonesia, Indonesia yang memiliki sistem politik yang kurang stabil membuat para investor ragu-ragu dan berpikir panjang untuk menanamkan modal di Indonesia. Setiap kebijakan politik di Indonesia pun mempengaruhi segala sektor bidang termasuk juga perekonomian. Dan sistem pertahanan atau hukum di Indonesia kurang sehingga para investor takut bila perusahaan yang didirikan menjadi tidak aman dan akan rugi bila terjadi suatu kerusuhan ataupun perampokan.
2. Lingkungan Ekonomi (The Economic Environment)
Lingkungan Ekonomi harus sangat diperhatikan oleh seorang manajer yaitu sistim ekonomi, pembangunan negara, stabilitas ekonomi, GNP, keuangan internasional, kebijakan moneter dan fiskal, dan investasi luar negeri. Seorang manajer harus mengetahui sistem perekonomian di negara tersebut apakah Sistem Ekonomi Komando atau Sistem Ekonomi Liberal. Sehingga manajer tahu apa yang akan dilakukan dengan sistem ekonomi tersebut. Selain mengetahui sistem ekonomi di negara tersebut, seorang manajer juga harus mengetahui tingkat pertukaran mata uang, tingkat inflasi, dan beragam kebijakan pajak sehingga bisa menekan biaya atau pengeluaran dari perusahaan.
3. Lingkungan Hukum (The Law Environment)
Seorang manajer harus mengetahui lingkungan hukum yang mereka hadapi yaitu sistim hukum, perlindungan hukum, hukum perpajakan, peraturan kontrak, perlindungan asset, dan perlindungan lingkungan.. Seorang manajer harus mengetahui hukum di suatu negara sehingga perusahaannya bisa beroperasi di negara tersebut.
4. Lingkungan Teknologi
Seorang manajer harus mengetahui lingkungan teknologi yaitu tingkat teknologi, kesediaan tenaga teknik lokal, transfer teknologi, dan infrastruktur. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu organisasi, harus disadari bahwa lingkungan usaha akan selalu berubah, termasuk teknologi yang juga mengalami perkembangan. Kehadiran teknologi memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, seperti mampu meringankan aktivitas bisnis yang kompleks serta menghasilkan produk/jasa yang bermutu, tepat waktu produksi, efektif dan efisien. Selain itu efisiensi operasi perusahaan dan kinerja perusahaan juga dapat ditingkatkan. Akibatnya perusahaan dapat tetap bertahan dalam menghadapi persaingan pasar global.
Berdasarkan sikap dan perilaku para manajer global/internasional dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
1. Ethnocentric Manager / Manajer Etnosentris
Ethnocentric Manager adalah manajer yang memiliki anggapan atau persepsi bahwa budaya dan perilaku kerja di negara tempat asalnya jauh lebih baik daripada tempat lain. Contohnya adalah di mana para manajer asing lebih suka memberikan kesempatan jenjang karir pada pekerja asing saja sehingga menimbulkan diskriminasi.
2. Polycentric Manager / Manajer Polisentris
Polycentric Manager adalah manajer yang menggangap bahwa pekerja asing dan pekerja lokal memiliki perbedaan yang cukup jauh dan tenaga kerja dalam negeri lebih memiliki daya saing dan skill di lapangan.
3. Geocentric Manager / Manajer Geosentris
Geocentric Manager memiliki suatu anggapan yang lebih realistik dibanding kedua jenis manajer di atas. Manajer geosentris memahami bahwa terdapat kekurangan dan kelebihan pada budaya yang ada sehingga perlu dibuat adanya penyesuaian budaya dengan memnggabungkan keduanya untuk membentuk budaya yang baru yang lebih kuat dan efektif.
Kata globalisasi dalam dekade terakhir ini tidak saja menjadi konsep ilmu pengetahuan sosial dan ekonomi, tetapi juga telah menjadi jargon politik, ideologi pemerintahan (rezim), dan hiasan bibir masyarakat awam di seluruh dunia. Teknologi informasi dan media elektronik dinilai sebagai simbol pelopor yang mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi dan keuangan.
Globalisasi bukanlah sesuatu yang baru, semangat pencerahan eropa di abad pertengahan yang mendorong pencarian dunia baru bisa dikategorikan sebagai arus globalisasi. Revolusi industri dan transportasi di abad XVIII juga merupakan pendorong tren globalisasi, yang membedakannya dengan arus globalisasi yang terjadi dua-tiga dekade belakangan ini adalah kecepatan dan jangkauannya. Selanjutnya, interaksi dan transaksi antara individu dan negara-negara yang berbeda akan menghasilkan konsekuensi politik, sosial, dan budaya pada tingkat dan intensitas yang berbeda pula. Masuknya Indonesia dalam proses globalisasi pada saat ini ditandai oleh serangkaian kebijakan yang diarahkan untuk membuka ekonomi domestik dalam rangka memperluas serta memperdalam integrasi dengan pasar internasional.
Sangat menarik apa yang dikemukakan oleh Joseph E. Stiglitz, (Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-lembaga Keuangan Internasional, Jakarta: Ina Publikatama, 2002, hal. 27) peraih hadiah Nobel Ekonomi tahun 2001 yang menyatakan bahwa ”Globalisasi sendiri sebenarnya tidak begitu baik atau buruk, Ia memiliki kekuatan untuk melakukan kebaikan yang besar, dan bagi negara-negara di Asia Timur yang telah menerima globalisasi dengan persyaratan mereka sendiri, dengan kecepatan mereka sendiri, globalisasi memberikan manfaat yang besar, walaupun ada kemunduran akibat krisis 1997”.
Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005)
Menurut pendapat Krisna (Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal.september 2005) globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.
Sedangkan internasionalisasi adalah istilah yang menggambarkan dibawanya suatu permasalahan lokal atau regional menjadi urusan dunia internasional atau antarbangsa. Meski sering dipertukarkan dengan globalisasi, istilah internasionalisasi sebenarnya lebih banyak merujuk pada urusan politik dibanding ekonomi atau perdagangan. Sementara globalisasi lebih merujuk pada tidak adanya lagi batas-batas negara dalam hubungan perdagangan, investasi, budaya populer, dan lainnya.
Globalisasi dipandang oleh sebagian pelaku bisnis sebagai kesempatan untuk maju dan menjadi unggul di pasar. Sedangkan sebagian lagi berasumsi globalisasi sebagai hal yang menakutkan dimana setiap pelaku bisnis dapat bertindak sebagai tirani yang menghancurkan lingkungan dan hal-hal yang baik dalam kehidupan manusia. Sebenarnya pengertian globalisasi sering disalah artikan dengan internasionalisasi. Penjelasan mengenai pengertian globalisasi dan internasionalisasi secara sederhana adalah sebagai berikut (e-book,’Manajemen Perguruan Tinggi Modern’, Richardus Eko Indrajit 2004).
Globalisasi merupakan kesatuan global semua aspek kehidupan tanpa ada batasan teritorial dimana dimungkinkan terjadinya pertukaran, perdagangan, penyebaran sumber daya (modal, manusia, ilmu pengetahuan, dan teknologi). Penekanan dalam globalisasi terletak pada kesatuan (integrasi) secara global dari semua negara melalui proses perdagangan bebas, pergerakan modal, migrasi sumber daya manusia, modal,dan iptek tanpa dapat dikendalikan dan dicegah oleh aturan dalam suatu negara tertentu. Oleh karena itu globalisasi sering dikatakan sebagai fenomena yang suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, siap atau tidak siap akan dihadapi setiap negara dalam era globalisasi. Kompetisi dalam era globalisasi didasarkan pada keunggulan absolut yang tidak dapat dikendalikan atau diatur oleh pihak manapun.
Sedangkan internasionalisasi merupakan kegiatan atas dasar kesadaran masing-masing, atas dasar suka rela, atas dasar pilihan tertentu bukan tindakan yang terpaksa. Kompetisi dalam perdagangan intenasional lebih didasarkan kepada keunggulan kompetitif dengan aturan yang diatur atas dasar kesepatan pihak-pihak yang terkait.
B. Perdagangan Bebas
Berbagai perkembangan perekonomian dunia yang terjadi dewasa ini telah mendorong perkembangan pasar, mengubah hubungan produksi, finansial, investasi dan perdagangan sehingga kegiatan ekonomi dan orientasi dunia usaha tidak terbatas pada lingkup nasional tetapi telah bersifat internasional atau global. Dampak dari padanya timbul perubahan dalam hubungan ekonomi dan perdagangan antar bangsa di dunia.
Issu mengenai globalisasi ekonomi semakin marak setelah disetujui dan ditandatanganinya kesepakatan GATT-Putaran Uruguay oleh 122 negara anggota di Marrakesh, Maroko pada tanggal 15 April 1994 (Marrakesh Meeting). Pada pertemuan tersebut disetujui pula perubahan nama GATT (General Agreement on Tariff and Trade) menjadi WTO (World Trade Organization) atau Organisasi Perdagangan Dunia/Internasional.
Tujuan utama dibentuknya GATT/WTO adalah : (1) liberalisasi perdagangan untuk meningkatkan volume perdagangan dunia sehingga produksi meningkat; (2) memperjuangkan penurunan dan bahkan penghapusan hambatan-hambatan perdagangan baik dalam bentuk hambatan tarif bea masuk (tariff barrier) maupun hambatan lainnya (non tariff barrier); (3) mengatur perdagangan jasa yang mencakup tentang Intellectual Property Rights dan investasi. Dengan meningkatnya produksi akan terjadi peningkatan investasi yang sekaligus akan menciptakan lapangan kerja dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Namun demikian, karena adanya kekhawatiran akan kegagalan perundingan GATT-Putaran Uruguay, padahal banyak negara yang sudah merasa semakin pentingnya perdagangan bebas antar negara, maka negara-negara yang berada pada suatu kawasan dengan kesamaan potensi dan kebutuhan maupun hubungan geografis dan tradisional terdorong untuk membentuk kelompok/kawasan perdagangan bebas (free trade area). Sehubungan dengan itu pada dekade 1990-an terbentuk beberapa kawasan perdagangan bebas seperti :
- AFTA (Asean Free Trade Area) yang mencakup negara-negara anggota ASEAN;
- APEC (Asia Pacific Economic Community) yang mencakup negara-negara di kawasan Asia Pasifik;
- Uni Eropa (European Union) yang mencakup negara-negara di kawasan Eropa Barat; dan
- NAFTA (North America Free Trade Area) yang mencakup Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko.
C. The Global Compact
Ide tentang The Global Compact pertama kali diperkenalkan oleh UN Secretary General Kofi Annan saat dilangsungkannya World Economic Forum di Davos pada Januari 1999. konsep ini bertujuan untuk menyediakan insentive bagi kerjasama international yang menerima dan secara aktif mempromosikan nilai-nilai dan prinsip yang ditetapkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (United Nations) di bidang standart perburuhan, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup.
Global Compact didasari oleh prinsip dasar yang ada dalam Universal Declaration of Human Rights, the “Fundamental Principles on Rights at Work” (Prinsip Dasar atas Hak-hak Kerja), yang diperjuangkan oleh International Labor Organization (ILO) seperti juga prinsip-prinsip yang menyangkut ekologi seperti yang ditetapkan dalam Agenda 21 pada Summit Meeting di Rio de Jenairo, Brazil . Global Compact mengandung Sembilan prinsip dan secara langsung ditujukan terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di pasar global.
Dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss dalam bulan Januari 1999 Sekretaris Jenderal PBB Kofi A. Anan meluncurkan "The Global Compact" sebagai upaya bersama untuk merealisasikan 10 prinsip yang tergabung dalam 4 bidang besar : 1. Hak Asasi, 2. Tenaga Kerja, 3. Lingkungan Hidup, 4. Anti Korupsi. Inisiatif global compact ini untuk membantu menerapkan kerangka sosial dan lingkungan yang hidup harmonis guna mendukung menuju kesinambungan pasar yang terbuka & bebas dan memastikan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan untuk berbagi manfaat dari adanya ekonomi global. Global Compact mempunyai 10 Prinsip Universal yaitu sebagai berikut:
A. Hak Asasi Manusia
1. Mendukung dan menghormati perlindungan terhadap hak-hak azasi manusia yang diakui international di dalam daerah jangkauan pengaruh mereka; dan
2. Memastikan bahwa tidak terlibat dalam penyalahgunaan hak azasi manusia (HAM).
B. Standar Ketenagakerjaan
3. Kebebasan berorganisasi dan pengakuan terhadap hak berunding yang efektif;
4. Penghapusan semua bentuk kerja paksa;
5. Penghapusan pekerja anak;dan
6. Penghapusan diskriminasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan jabatan ;
C. Lingkungan
7. Mendukung suatu pendekatan yang hati-hati terhadap tantangan lingkungan hidup;
8. Menjalankan inisiatif yang bertujuan untuk memajukan rasa tanggungjawab yang lebih besar terhadap lingkungan; dan
9. Mendorong pengembangan dan penyebaran teknologi ramah lingkungan.
D. Anti Korupsi
10. Memerangi segala bentuk korupsi, termasuk pemerasan dan penyuapan.
Merujuk pada dokumen Global Compact, penilaian HAM atas kinerja korporasi meliputi 9 isu, sebagai berikut: Pertama. Dukungan dan penghormatan HAM yang diterima secara internasional berdasarkan pengaruh yang dimilikinya; Kedua. Aktivitas yang dilakukan dipastikan tidak melanggar dan menyebabkan timbulnya kejahatan HAM; Ketiga. Mewujudkan kebebasan berserikat dan pengakuan terhadap hak atas posisi tawar kolektif buruh; Keempat. Turut serta menghapus segala bentuk perbudakan dan pemaksaan kerja; Kelima. Berpartisipasi menghapus buruh anak; Keenam. Menghapus praktek-praktek diskriminasi dalam pekerjaan dan lapangan kerja; Ketujuh. Mendukung pendekatan pencegahan kerusakan lingkungan; Kedelapan. Mengambil inisiatif mempromosikan tanggung jawab lingkungan yang lebih besar; Kesembilan. Mendorong pengembangan dan difusi tekonologi yang ramah lingkungan.
Global Compact asas ke-10, yaitu tentang anti-korupsi, sejalan dengan adanya UN Convention against Corruption. Dengan begitu dapatlah dikatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang telah menggabungkan diri (secara sukarela) dalam Global Compact, juga “terikat” untuk “memerangi korupsi”. Untuk Indonesia yang sedang menjalani reformasi di bidang hukum dan sistem peradilan, keterikatan perusahaan untuk “memerangi KKN” tentunya teramat penting. Kenyataan adanya “bribery in the private sector” telah merupakan salah satu faktor yang mempersulit Indonesia melakukan pemulihan di sektor ekonomi, karena ketidakpercayaan para investor pada hukum dan sistem peradilan kita.
Untuk negara yang berada dalam keadaan transisi seperti Indonesia, KKN dan pencucian uang (money laundering) merupakam masalah besar. Meningkatnya pertumbuhan kejahatan transnasional telah diakui oleh PBB dengan disahkannya UN Convention against Transnational Organized Crime (2000) yang dianggap sebagai ancaman pada “the integrity of national financial industries”.
Di bulan Juli 2000, PBB meresmikan berdirinya Global Compact Office di New York. Ada 5 (lima) Mitra Kerja Utama PBB yang mempunyai Spesialisasi Sumber Daya dan Keahlian dalam Global Compact adalah ILO (Organisasi Buruh International), UNHCHR, (United National High Commission for Human Rights), UNEP (United Nations Environment Programme, UNDP (United Nations Development Programme) UNIDO (United Nations Industrial Development Organization).
Global Compact memberikan kesempatan kepada perusahaan agar tujuan mereka tidak hanya sekedar menghasilkan keuntungan, tetapi juga mendukung nilai-nilai universal yang disepakati bersama oleh sebagian besar masyarakat dunia. Namun demikian, Global Compact bukan suatu "code of conduct" atau alat regulasi, tetapi didasarkan kesadaran dan sukarela.
Tujuan Global Compact adalah untuk menciptakan pasar global yang lebih stabil dan menyeluruh dengan mengajak komuniti bisnis untuk mengintegrasikan Sepuluh prinsip universal ke dalam visi, kegiatan sehari-hari dan system manajemen mereka, mempercepat tindakan yang mendukung tujuan-tujuan PBB, dan memfasilitasi perubahan dalam PBB-PBB perlu memperbaharui diri dengan bekerjasama baik dengan pelaku non-pemerintah maupun pemerintah untuk mencapai kerangka besar tujuan yang sudah disepakati oleh Negara-negara anggotanya.
Sedangkan manfaat Global Compact adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif di Indonesia, menciptakan iklim ketenagakerjaan dan hubungan industrial yang kondusif agar dapat menarik investasi asing dan domestik di Indonesia, dan meningkatkan citra produk perusahaan di International.
Manfaat Global Compact bagi pengusaha adalah perbaikan perfoma kinerja keuangan, pengurangan biaya operasi melalui pengurangan limbah, zat buangan, dan berkurangnya ekonomi biaya tinggi yang secara tidak langsung akan memperbaiki efisiensi usaha, memperbaiki reputasi dan brand image, Peningkatan penjualan dan loyalitas konsumen, dan peningkatan produktivitas dan daya saing.
Perusahaan yang telah memutuskan untuk mengambangkan usaha di dunia internasional dapat memilih keterlibatannya dalam bentuk:
1. Bisnis Internasional (International Business) yaitu perusahaan yang terlibat pada transaksi perdagangan atau investasi internasional, contoh Harley Davidson..
2. Perusahaan Multinasional (Multinatioanl Corporation) yaitu peruasahaan yang terlibat banyak dalam bisnis internasional, mempunyai atau mengendalikan fasilitas di lebih dari satu negara, contoh The Body Shop.
3. Perusahaan Transnasional (Transnational Corporation) yaitu perusahaan yang terlibat banyak dalam bisnis internasional yang mana pengelolaan di tiap Negara secara independent, contoh Nestle.
4. Organisasi Global (Global Organization) yaitu organisasi yang menghasilkan produk standar dengan melewati lintas batas, contoh Caterpilar.
Adapun karakteristik perusahaan berorientasi global diantaranya adalah:
1. Pabrik dan fasilitas berlokasi dengan dasar global
2. Komponan bahan baku dan jasa yang dihasilkan dengan dasar global
3. Desain produk dan teknologi proses untuk seluruh dunia
4. Permintaan bukan berdasarkan local saja.
5. Logistik dan pengendalian persediaan bersifat global.
6. Perusahaan global diorganisasikan melalui divisi secara global
D. Global Managers
Bisnis internasional telah menjadi salah satu fitur yang penting di dunia ekonomi. Belajar untuk mengoperasikan perusahaan dalam perekonomian global adalah tantangan penting yang dihadapi oleh banyak manajer saat ini. Bisnis dapat bersifat domestik, internasional, multinasional atau global. Manajer harus memahami proses internasionalisasi maupun bagaimana mengelola dalam suatu tingkatan aktivitas internasional.
Dalam situasi dan kondisi yang terus berkembang, maka banyak perusahaan membuat keputusan untuk mengembangkan bisnis ke dunia internasional. Ada berbagai alasan kuat yang mendasari perusahaan menjadi global, diantaranya adalah sebagia berikut :
1. Efisiensi Biaya
Banyak cara yang telah dilakukan oleh perusahaan yang beroperasi secara internasional untuk dapat mengurangi berbagai biaya antara lain dengan:
a. Pemilihan lokasi yang menyediakan biaya tenaga kerja rendah.
b. Pemanfaatan adanya kesepakatan perdagangan yang berdampak pada
2. Perbaikan Manajemen Rantai Pasokan
Dengan menempatkan fasilitas di negara dimana sumber daya tertentu berada maka pengelolaan manajemen rantai pasokan dapat lebih terjamin.
3. Pemberian produk yang lebih baik
Karena karakteristik produk yang diinginkan konsumen sangat bervariasi dan ditentukan oleh masing-masing lokasi maka banyak perusahaan yang beroperasi secara internasional menempatkan diri di negara dimana produknya dipasarkan misalnya disesuaikan dengan budaya yang berlaku .
4. Menarik pasar Baru
Perusahaan yang wilayah pemasarannya di dalam negeri sudah terbatas maka dapat memanfaatkan pasar luar negeri yang masih terbuka.
5. Belajar untuk beroperasi yang lebih baik
Banyak perusahaan melakukan kerjasama dengan perusahaan lain dari negara lain untuk alih teknologi, mengadakan riset bersama ataupun kerjasama dalam desain serta kegiatan operasional lainnya.
6. Bisa mendapatkan dan mempertahankan bakat global
Perusahaan yang memiliki karyawan yang baik, dapat memberikan kesempatan karir yang lebih baik dengan cara beroperasi secara global sehingga dapat memper tahankan karyawan .
Untuk bersaing didalam perekonomian global, manajer harus memahami strukturnya. Perekonomian dengan sistim pasar yang matang mendominasi ekonomi global saat ini. Banyak tantangan yang dihadapi oleh manajer dalam suatu konteks global adalah persoalan unik yang berhubungan dengan konteks lingkungan internasional. Tantangan tersebut merefleksikan lingkungan budaya, ekonomi, politik, hukum dalam manajemen internasional.
Persoalan persaingan dasar perekonomian global bervariasi, bergantung pada apakah suatu organisasi merupakan sebuah perusahaan multinasional, organisasi berukuran sedang atau kecil. Manajer dalam keadaan ini harus memperhatikan fungsi manajerial yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian. Para manajer internasional perlu memiliki pandangan yang jelas mengenai dimana posisi perusahaan yang mereka inginkan dimasa akan datang, mereka harus mengorganisasikan untuk mengimplementasikan rencana-rencana mereka, mereka harus memotivasi orang yang bekerja pada mereka dan mengembangkan mekanisme pengendalian yang sesuai.
Menurut Helen Deresky (Internasional Management, Managing Accross Borders and Cultures, Sixth Edition, Pearson Education, 2008), dalam mengelola perusahaan di lingkungan global terdapat lingkungan yang harus dipahami oleh para manajer global yaitu:
1. Lingkungan Politik (The Political Environment)
Manager harus mengetahui lingkungan politik yang terdiri dari kestabilan politik, tingkat teroris, kebijakan luar negeri, peraturan dari militer, dan stabilitas politik. Lingkungan politik di suatu negara berpengaruh terhadap perekonomian negara tersebut. Karena lingkungan politik yang stabil di suatu negara akan mengundang para investor untuk masuk dan menanamkan modal atau berinvestasi di negara tersebut. Contohnya Amerika, dengan sistem politik yang stabil, ekonomi di negara tersebut juga meningkat. Berbeda dengan Indonesia, Indonesia yang memiliki sistem politik yang kurang stabil membuat para investor ragu-ragu dan berpikir panjang untuk menanamkan modal di Indonesia. Setiap kebijakan politik di Indonesia pun mempengaruhi segala sektor bidang termasuk juga perekonomian. Dan sistem pertahanan atau hukum di Indonesia kurang sehingga para investor takut bila perusahaan yang didirikan menjadi tidak aman dan akan rugi bila terjadi suatu kerusuhan ataupun perampokan.
2. Lingkungan Ekonomi (The Economic Environment)
Lingkungan Ekonomi harus sangat diperhatikan oleh seorang manajer yaitu sistim ekonomi, pembangunan negara, stabilitas ekonomi, GNP, keuangan internasional, kebijakan moneter dan fiskal, dan investasi luar negeri. Seorang manajer harus mengetahui sistem perekonomian di negara tersebut apakah Sistem Ekonomi Komando atau Sistem Ekonomi Liberal. Sehingga manajer tahu apa yang akan dilakukan dengan sistem ekonomi tersebut. Selain mengetahui sistem ekonomi di negara tersebut, seorang manajer juga harus mengetahui tingkat pertukaran mata uang, tingkat inflasi, dan beragam kebijakan pajak sehingga bisa menekan biaya atau pengeluaran dari perusahaan.
3. Lingkungan Hukum (The Law Environment)
Seorang manajer harus mengetahui lingkungan hukum yang mereka hadapi yaitu sistim hukum, perlindungan hukum, hukum perpajakan, peraturan kontrak, perlindungan asset, dan perlindungan lingkungan.. Seorang manajer harus mengetahui hukum di suatu negara sehingga perusahaannya bisa beroperasi di negara tersebut.
4. Lingkungan Teknologi
Seorang manajer harus mengetahui lingkungan teknologi yaitu tingkat teknologi, kesediaan tenaga teknik lokal, transfer teknologi, dan infrastruktur. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu organisasi, harus disadari bahwa lingkungan usaha akan selalu berubah, termasuk teknologi yang juga mengalami perkembangan. Kehadiran teknologi memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, seperti mampu meringankan aktivitas bisnis yang kompleks serta menghasilkan produk/jasa yang bermutu, tepat waktu produksi, efektif dan efisien. Selain itu efisiensi operasi perusahaan dan kinerja perusahaan juga dapat ditingkatkan. Akibatnya perusahaan dapat tetap bertahan dalam menghadapi persaingan pasar global.
Berdasarkan sikap dan perilaku para manajer global/internasional dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
1. Ethnocentric Manager / Manajer Etnosentris
Ethnocentric Manager adalah manajer yang memiliki anggapan atau persepsi bahwa budaya dan perilaku kerja di negara tempat asalnya jauh lebih baik daripada tempat lain. Contohnya adalah di mana para manajer asing lebih suka memberikan kesempatan jenjang karir pada pekerja asing saja sehingga menimbulkan diskriminasi.
2. Polycentric Manager / Manajer Polisentris
Polycentric Manager adalah manajer yang menggangap bahwa pekerja asing dan pekerja lokal memiliki perbedaan yang cukup jauh dan tenaga kerja dalam negeri lebih memiliki daya saing dan skill di lapangan.
3. Geocentric Manager / Manajer Geosentris
Geocentric Manager memiliki suatu anggapan yang lebih realistik dibanding kedua jenis manajer di atas. Manajer geosentris memahami bahwa terdapat kekurangan dan kelebihan pada budaya yang ada sehingga perlu dibuat adanya penyesuaian budaya dengan memnggabungkan keduanya untuk membentuk budaya yang baru yang lebih kuat dan efektif.
Subscribe to:
Posts (Atom)